Nama: Dika Ayu
Rahmawati
1.
Bagaimana peluang Indonesia untuk
bisa bertahan dalam persaingan MEA secara jangka panjang?
Ada dua hal penting yang harus
dimiliki sumber daya manusia (SDM) Indonesia di era Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA). Keduanya yakni kompetensi dan daya saing. Dua hal tersebut mutlak
dimiliki agar SDM Indonesia dapat bersaing di level nasional maupun
internasional.
Apapun bidang pekerjaan atau
profesi, setiap orang dalam melaksanakan suatu aktivitas atau pekerjaan harus
memiliki kemampuan atau kompetensi dan daya saing. Saat ini populasi SDM
Indonesia menduduki posisi teratas di wilayah ASEAN dengan jumlah sekitar 242
juta jiwa atau setara dengan 40 persen dari total populasi negara-negara ASEAN.
Dengan kondisi itu Indonesia semestinya memiliki posisi tawar yang strategis di
kawasan. Pemerintah saat ini gencar
meningkatkan kualitas SDM Indonesia. Salah satunya melalui pelatihan kerja
selain jalur pendidikan formal dan jalur pengembangan karier di tempat kerja.
Adapun pelatihan kerja difokuskan pada pembangunan dan pengembangan pilar
kompetensi kerja. Jalur pendidikan fokusnya membangun pondasi yang kokoh untuk
pengembangan kualitas tenaga kerja berikutnya. Karena itu, jalur pendidikan
secara umum misinya mencerdaskan kehidupan bangsa.
Apabila jalur pendidikan fokusnya
membangun pondasi kompetensi dasar tenaga kerja, maka jalur pelatihan kerja
berfokus pada pembangunan dan pengembangan pilar-pilar kompetensi kerja. Hal
ini nantinya akan dimantapkan di tempat kerja melalui pengembangan karir dan
profesionalisme tenaga kerja. Keterpaduan dan keterkaitan antara pendidikan,
pelatihan kerja dan pengembangan karier di tempat kerja merupakan suatu
keharusan dalam peningkatan kualitas dan daya saing SDM Indonesia. Melalui
momentum ini ke depan kita akan memiliki human SDM yang kompeten dan
profesional sebagai bagian dari peningkatan daya saing nasional, serta seiring
dengan itu juga akan meningkatkan produktivitas nasional dan bertahan dalam
persaingan MEA secara jangka panjang.
2.
Mengapa Indonesia masih mengimpor
barang bahan pangan dan perkebunan?
Indonesia memiliki potensi yang luar biasa dalam
bidang pertanian yang bisa dilihat pada perkembangan kelapa sawit, karet, dan
coklat yang mulai bergerak menguasai pasar dunia. Namun, meskipun
Indonesia menduduki posisi ketiga sebagai negara penghasil pangan di
dunia, hampir setiap tahun Indonesia selalu menghadapi masalah yang sama yaitu
mengimpor bahan pangan dan perkebunan dari negara lain. Hal ini dilakukan bukan
tanpa alasan. Penyebab utama mengapa Indonesia masih saja mengimpor bahan
pangan dan perkebunan dari luar padahal Indonesia terkenal dengan sumber
kekayaan alamnya yaitu Jumlah penduduk
Indonesia yang begitu banyak, penduduk di Indonesia membutuhkan nasi
sebagai makanan pokok. Jadi bisa dilihat, Indonesia mengimpor beras dari negara
lain hanya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia. Dan salah satu negara
yang sering mengekspor beras untuk Indonesia adalah Thailand. Kemudian Iklim, khususnya cuaca yang tidak
mendukung keberhasilan sektor pertanian pangan, seperti yang terjadi saat ini.
Pergeseran musim hujan dan kemarau menyebabkan petani kesulitan dalam
menetapkan waktu yang tepat untuk mengawali masa tanam, benih besarta pupuk
yang digunakan, dan sistem pertanaman yang digunakan. Sehingga penyediaan benih
dan pupuk yang semula terjadwal, permintaanya menjadi tidak menentu yang dapat
menyebabkan kelangkaan karena keterlambatan pasokan benih dan pupuk. Akhirnya
hasil produksi pangan pada waktu itu menurun. Semakin banyaknya penduduk maka Luas lahan pertanian yang semakin sempit
atau Peralihan fungsi lahan, dari yang semula untuk pertanian menjadi untuk
sektor bisnis lain dan hunian . Ketergantungan
impor bahan baku pangan juga disebabkan mahalnya
biaya transportasi di Indonesia. Sepanjang kepastian pasokan tidak kontinyu
dan biaya transportasi tetap tinggi, maka industri produk pangan akan selalu
memiliki ketergantungan impor bahan baku. Kurang berpihaknya kebijakan
pemerintah, terhadap
langkah-langkah pengembangan sektor pertanian terutama dalam hal penerapan
teknologi baru di sektor pertanian seperti rekayasa genetik bibit pangan,
membuat Indonesia kian sulit memenuhi kebutuhan pangan dalam negerinya
Sejumlah faktor yang masih
menghadang daya saing produk pertanian lokal, antara lain, pertama, proses
pengemasan yang kurang menarik sehingga tak diminati pasar. Kedua, biaya
transportasi pengiriman yang mahal membuat harga jual sayur dan buah juga
melambung. Ketiga, tidak konsistennya pasokan dari petani. Padahal, secara
kualitas, buah dan sayur asal Indonesia diakui banyak negara sebagai produk
tanaman tropis terbaik di dunia.