Nama : Dika Ayu Rahmawati
Idris
Efendi
Kelompok : 14
Peran Pemuda dalam Meneruskan Pembangunan
Pembangunan Menurut
Para ahli, Siagian (1994) memberikan pengertian tentang pembangunan sebagai “Suatu
usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan
dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju
modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building)”. Sedangkan
Ginanjar Kartasasmita (1994) memberikan pengertian yang lebih sederhana, yaitu
sebagai “suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang
dilakukan secara terencana.
Menurut Deddy T. Tikson (2005) bahwa pembangunan
nasional dapat pula diartikan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya
secara sengaja melalui kebijakan dan strategi menuju arah yang diinginkan.
Transformasi dalam struktur ekonomi, misalnya, dapat dilihat melalui
peningkatan atau pertumbuhan produksi yang cepat di sektor industri dan jasa,
sehingga kontribusinya terhadap pendapatan nasional semakin besar. Sebaliknya,
kontribusi sektor pertanian akan menjadi semakin kecil dan berbanding terbalik
dengan pertumbuhan industrialisasi dan modernisasi ekonomi.
Transformasi sosial dapat dilihat melalui
pendistribusian kemakmuran melalui pemerataan memperoleh akses terhadap sumber
daya sosial-ekonomi, seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, air
bersih,fasilitas rekreasi, dan partisipasi dalam proses pembuatan keputusan
politik. Sedangkan transformasi budaya sering dikaitkan, antara lain,
dengan bangkitnya semangat kebangsaan dan nasionalisme, disamping adanya
perubahan nilai dan norma yang dianut masyarakat, seperti perubahan dan
spiritualisme ke materialisme/sekularisme. Pergeseran dari penilaian yang
tinggi kepada penguasaan materi, dari kelembagaan tradisional menjadi
organisasi modern dan rasional.
Sebagaimana dikemukakan oleh para para ahli di
atas, pembangunan adalah sumua proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya secara
sadar dan terencana. Sedangkan perkembangan adalah
proses perubahan yang terjadi secara alami sebagai dampak dari adanya pembangunan.
Dengan semakin
meningkatnya kompleksitas kehidupan masyarakat yang menyangkut berbagai aspek,
pemikiran tentang modernisasi pun tidak lagi hanya mencakup bidang ekonomi dan
industri, melainkan telah merambah ke seluruh aspek yang dapat mempengaruhi
kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, modernisasi diartikanOleh karena dalam proses modernisasi
itu terjadi suatu proses perubahan yang mengarah pada perbaikan, para ahli
manajemen pembangunan menganggapnya sebagai suatu proses pembangunan di mana
terjadi proses perubahan dari kehidupan tradisional menjadi modern, yang pada
awal mulanya ditandai dengan adanya penggunaan alat-alat modern, menggantikan
alat-alat yang tradisional.
Upaya pencapaian pembangunan bangsa
indonesia
sebagai pijakan tujuan nasional yang disepakati bersama didasarkan pada
pokok-pokok pikiran berikut :
1.
Manusia Berbudaya
Manusia adalah mahluk
Tuhan yang pertama-tama berusaha menjaga, mempertahankan eksistensi dan
kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu, manusia berusaha memenuhi kebutuhan
hidupnya dari yang paling pokok sampai yang paling mutakhir baik yang
bersifat materi maupun kejiwaan.
Manusia dikatakan mahluk Tuhan yang sempurna karena
memiliki naluri, kemampuan berpikir, akal dan berbagai ketrampilan, senantiasa
berjuang. Untuk keperluan itu maka manusia hidup berkelompok (homo socius) dan
menghuni suatu wilayah tertentu yang dibinanya dengan kemampuan dan
kekuasaannya (zoon politicon). Oleh karena itu, manusia berbudaya senantiasa
selalu mengadakan hubungan-hubungan sebagai berikut :
a.
Manusia
dengan Tuhan dinamakan Agama/Kepercayaan
b.
Manusia
dengan cita-cita dinamakan Ideologi
c.
Manusia
dengan kekuatan/kekuasaan dinamakan Politik
d.
Manusia
dengan pemenuhan kebutuhan dinamakan Ekonomi
e.
Manusia
dengan penguasaan/pemanfaatan alam dinamakan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
f.
Manusia
dengan manusia dinamakan Sosial
g.
Manusia
dengan rasa Keindahan dinamakan Seni/Budaya
h.
Manusia
dengan rasa aman dinamakan Pertahanan
dan Keamanan
Dari uraian tersebut di
atas diperoleh suatu kesimpulan bahwa
manusia bermasyarakat untuk mendapatkan
kebutuhan hidupnya yaitu kesejahteraan, keselamatan dan keamanan. Ketiga hal
itu adalah hakekat dari ketahanan nasional yang mencakup dan meliputi kehidupan
nasional yaitu aspek alamiah dan aspek sosial/kemasyarakatan sebagai berikut :
·
Aspek
alamiah adalah :
a. Posisi dan lokasi
geografi negara
b. Keadaan dan kekayaan alam
c.
Keadaan
dan kemampuan penduduk
·
Aspek
sosial/kemasyarakatan adalah :
a. Ideologi
b. Politik
c. Sosial
d. Budaya
e. Pertahanan dan Keamanan.
Aspek alamiah bersifat
statis dan sering disebut dengan istilah Trigatra, sedangkan aspek
sosial/kemasyarakatan bersifat dinamis disebut juga dengan istilah
Pancagatra. Kedua aspek itu biasanya
disebut dengan Astagatra. Aspek-aspek di atas mempunyai hubungan timbal balik
antargatra yang sangat erat yang disebut dengan istilah keterhubungan
(korelasi) dan ketergantungan (interdependensi).
2. Pancasila
sebagai Paradigma Pembangunan
Pancasila
sebagai paradigma pembangunan, artinya pancasila berisi anggapan-anggapan dasar
yang merupakan kerangka keyakinan yang berfungsi sebagai acuan, pedoman dalam
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pemamfaatan hasil-hasil pembangunan
nasional. Misalnya :
a.
Pembangunan tidak boleh bersifat
pragmatis, yaitu pembangunan itu tidak hanya mementingkan tindakan nyata
dan mengabaikan pertimbangan etis.
b.
Pembangunan tidak boleh bersifat ideologis, yaitu secara mutlak melayani
Ideologi tertentu dan mengabaikan manusia nyata.
c.
Pembangunan harus menghormati HAM, yaitu pembangunan tidak boleh
mengorbankan manusia nyata melainkan menghormati harkat dan martabat bangsa.
d.
Pembangunan dilaksanakan secara
demokratis, artinya melibatkan masyarakat sebagai tujuan pembangunan dalam
pengambilan keputusan yang menyangkut kebutuhan mereka.
e.
Pembangunan diperioritaskan pada
penciptaan taraf minimum keadilan sosial, yaitu mengutamakan mereka yang paling
lemah untuk menghapuskan kemiskinan struktural.
Kemiskinan struktural, adalah
kemiskinan yang timbul bukan akibat malasnya individu atau warga Negara,
melainkan diakibatkan dengan adanya struktur-struktur sosial yang tidak adil.
3. Makna
Pembangunan Nasional.
Adalah
rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi aspek politik,
ekonomi, sosial dan budaya, dan Hankam untuk mencapai tujuan nasional
sebagaimana termaktub dalam aline IV Pembukaan UUD 1945.
4. Hakekat Pembangunan Nasional
Adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya
dan pembangunan masyarakat Indonesia pada umumnya. Wujud manusia Indonesia seutuhnya adalah
manusia Indonesia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, cerdas dan trampil,
berbudi luhur, berakhlak mulia, desiplin, sehat jasmani dan rohani, bertanggung
jawab, dan mampu membangun diri dalam rangka membangun bangsanya.
5. Tujuan Pembangunan Nasional
Untuk mencapai tujuan nasional sebagaimnana yang termaktub dalam alinea ke
empat pembukaan UUD 1945 dalam rangka mencapai
masyarakat Indonesia yang adil dan makmur lahir dan batin berdasarkan pancasila
dan UUD 1945 dalam wadah Negara kesatuan RI dan lingkup pergaulan internasional
yang merdeka dan berdaulat.
Catatan
:
Tujuan nasional dalam Pembukaan UUD 1945, adalah
:
1. Melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia.
2. Memajukan kesejahteraan
umum.
3. Mencerdaskan kehidupan
bangsa.
4. Ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan,
kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
B. Peran Pemuda Dalam Pembangunan
Bangsa Indonesia
1.
Peran Pemuda dan Urgensi Keberadaan Pemuda
Dalam kosakata bahasa Indonesia, pemuda juga dikenal dengan sebutan
generasi muda dan kaum muda yang memiliki terminologi beragam. Untuk menyebut
pemuda, digunakan istilah young human resources sebagai salah satu sumber
pembangunan. Mereka adalah generasi yang ditempatkan sebagai subjek
pemberdayaan yang memiliki kualifikasi efektif dengan kemampuan dan
keterampilan yang didukung penguasaan iptek untuk dapat maju dan berdiri dalam
keterlibatannya secara aktif bersama kekuatan efektif lainnya guna penyelesaian
masalah-masalah yang dihadapi bangsa. Meskipun tidak pula dipungkiri bahwa
pemuda sebagai objek pemberdayaan, yaitu mereka yang masih memerlukan bantuan,
dukungan dan pengembangan ke arah pertumbuhan potensi dan kemampuan efektif ke
tingkat yang optimal untuk dapat bersikap mandiri dan melibatkan secara
fungsional.
Dalam pendekatan ekosferis, generasi muda atau pemuda berada dalam status
yang sama dalam menghadapi dinamika kehidupan seperti halnya orang tua.
Generasi tua sebagai ‘generasi yang berlalu’ (passsing generation) berkewajiban
membimbing generasi muda sebagai generasi penerus, mempersiapkan generasi muda
untuk memikul tanggung jawabnya yang semakin kompleks. Di pihak lain, generasi
muda yang penuh dinamika, berkewajiban mengisi akumulator generasi tua yang
makin melemah, di samping memetik buah pengalaman generasi tua. Dalam hubungan
ini, generasi tua tidak dapat mengklaim bahwa merekalah satu-satunya penyelamat
masyarakat dan negara.
Sebaliknya generasi muda tidak bisa melepaskan diri dari kewajiban untuk
memelihara dan membangun masyarakat dan negara. Pemuda memiliki peran yang
lebih berat karena merekalah yang akan hidup dan menikmati masa depan. Sejarah
memperlihatkan kiprah kaum muda selalu mengikuti setiap tapak-tapak penting
sejarah. Pemuda sering tampil sebagai kekuatan utama dalam proses modernisasi
dan perubahan. Dan biasanya pula pemuda jenis ini adalah para pemuda yang
terdidik yang mempunyai kelebihan dalam pemikiran ilmiah, selain semangat
mudanya, sifat kritisnya, kematangan logikanya dan ‘kebersihan’-nya dari noda
orde masanya.
Angkatan 1908 mendapat inspirasi dari asiatic reveil (kebangkitan
bangsa-bangsa Asia) akibat kemenangan Jepang terhadap Rusia pada tahun
1904-1905, sehingga mulai tumbuh kesadaran sebagai bangsa. Melalui Sumpah
Pemuda tanggal 28 Oktober 1928, para pemuda berikrar untuk mengakui satu bangsa
Indonesia. Angkatan 1945 menjadi angkatan yang mendorong lahirnya negara baru
bernama Indonesia melalui proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Angkatan 1966
melakukan koreksi terhadap kepemimpinan nasional yang dipicu oleh pemberontakan
PKI. Angkatan 1966 juga dianggap sebagai penyelamat atas keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Angkatan 1974 menjadi angkatan yang mengoreksi
kebijakan pemerintah Orde Baru hingga Angkatan 1998 sebagai pendobrak otokrasi
yang dilakukan oleh Presiden Soeharto. Lewat gerakan Reformasi, kembali peran
pemuda diharapkan muncul sebagai ‘penyelamat krisis’ bangsa.
Melihat peran pemuda tersebut, posisi pemuda sebagai salah satu elemen
bangsa adalah sangat urgen. Krisis ekonomi yang merembet ke krisis multidimensi
ini belum berakhir. Pemuda yang menjadi penggerak pada setiap zamannya, kembali
dituntut untuk tampil, meski tantangan yang dihadapi selalu berbeda.
2.
Peranan Pemuda Dalam Pembangunan Bangsa Indonesia
Pemuda merupakan penerus perjuangan generasi terdahulu
untuk mewujukan cita-cita bangsa. Pemuda menjadi harapan dalam setiap
kemajuan di dalam suatu bangsa, Pemuda lah yang dapat merubah pandangan orang
terhadap suatu bangsa dan menjadi tumpuan para generasi terdahulu untuk
mengembangkan suatu bangsa dengan ide-ide ataupun gagasan yang
berilmu, wawasan yang luas, serta berdasarkan kepada nilai-nilai dan norma yang
berlaku di dalam masyarakat.
Pemuda tidak selalu identik dengan kekerasan dan anarkisme tetapi daya piker revolusionernya yang menjadi kekuatan utama. Sebab, dalam mengubah tatanan lama budaya bangsa dibutuhkan pola pikir terbaru, muda dan segar.
Perkembangan pemikiran pemuda Indonesia mulai terekam jejaknya sejak tahun
1908 dan berlangsung hingga sekarang. Periodisasinya dibagi menjadi 6 (enam)
periode mulai dari periode Kebangkitan Nasional 1908, Sumpah Pemuda 1928, Proklamasi 1945, Aksi Tritura 1966, periode 1967-1998 (Orde Baru).
Periode awal yaitu Kebangkitan Nasional tahun 1908, ditandai dengan
berdirinya Budi Utomo yang merupakan organisasi priyayi Jawa pada 20 mei 1908.
Pada periode ini, pemuda Indonesia mulai mengadopsi pemikiran- pemikiran Barat yang sedang booming pada saat itu. Pemikiran-pemikiran
tersebut antara lain adalah Sosialisme, Marxisme, Liberalisme, dll. Pengaruh
pemikiran ini terhadap pemikiran pemuda saat itu tergambar jelas pada ideologi
dari sebagian besar organisasi pergerakan yang mengadopsi pemikiran Barat serta
model gerakan yang mereka pakai. Dari beberapa gerakan yang terekam dalam
sejarah Indonesia, salah satu yang paling diminati adalah model gerakan
radikal. Salah satu gerakan radikal yang terbesar pada saat itu adalah
Pemberontakan PKI tahun 1926. Pemberontakan ini merupakan percobaan revolusi
pertama di Hindia antara 1925-1926. Selain mengadopsi pemikiran Barat, para
pemuda di masa itu juga menerapkan esensi dari kebudayaan Jawa, Islam, dan
konsep kedaerahan lainnya sebagai pegangan (ideologi).
Periode berikutnya, Sumpah Pemuda 1928, ditandai dengan Kongres Pemuda pada
bulan Oktober 1928. Peristiwa ini merupakan pernyataan pengakuan atas 3 hal
yaitu, satu tanah air; Indonesia, satu bangsa; Indonesia, dan satu bahasa;
Indonesia. Dari peristiwa ini dapat kita gambarkan bahwa pemikiran pemuda
Indonesia pada masa ini mencerminkan keyakinan di dalam diri mereka bahwa
mereka adalah orang Indonesia dan semangat perjuangan mereka dilandasi oleh semangat persatuan.
Dengan melihat perkembangan pemikiran pemuda dari tahun 1908-1998, kita
dapat merefleksi sekaligus bercermin dari semangat perubahan yang mereka
lakukan. Semangat pembaruan yang lahir dari pemikiran mereka merupakan buah
dari kerja keras dan disiplin. Sebagai penerus tongkat estafet perjuangan yang
menjadi simbol kemajuan suatu bangsa, kita wajib meneladani semangat dan
idealisme mereka agar kelak lahir Soekarno-Soekarno baru, Soe Hok Gie-Soe Hok
Gie baru, serta pemikir-pemikir baru yang memiliki pola pikir baru, kreatif dan segar.
3.
Sikap Pemuda terhadap Persoalan Bangsa
Potensi yang dimiliki oleh generasi muda diharapkan mampu meningkatkan
peran dan memberikan kontribusi dalam mengatasi persoalan bangsa. Persoalan
bangsa, bahkan menuju pada makin memudarnya atau tereliminasinya jiwa dan
semangat bangsa. Berbagai gejala sosial dengan mudah dapat dilihat, mulai dari
rapuhnya sendi-sendi kehidupan masyarakat, rendahnya sensitivitas sosial,
memudarnya etika, lemahnya penghargaan nilai-nilai kemanusiaan, kedudukan dan
jabatan bukan lagi sebagai amanah penederitaan rakyat, tak ada lagi jaminan
rasa aman, mahalnya menegakan keadilan dan masih banyak lagi problem sosial
yang kita harus selesaikan.
Hal ini harus menjadi catatan agar pemuda lebih memiliki daya sensitivitas,
karena bangsa ini sesungguhnya sedang menghadapi problem multidimensi yang
serius, dan harus dituntaskan secara simultan tidak fragmentasi. Oleh karena
itu, rekonstruksi nilai-nilai dasar bangsa ke depan perlu bberapa langkah
strategis dalam mengatasi persoalan bangsa ;
a.
Komitmen untuk meningkatkan kemandirian dan martabat bangsa. Kemandirian dan
martabat bangsa Indonesia di mata dunia adalah terpompanya harga diri bangsa.
Seluruh aktivitas pembangunan sejauh mungkin dijalankan berdasar kemampuan
sendiri, misalnya dengan menegakkan semangat berdikari.
b.
Harmonisasi kehidupan sosial dan meningkatkan ekspektasi masyarakat sehingga
berkembang mutual social trust yang berawal dari komitmen seluruh komponen
bangsa. Pelaksanaan hukum, sebagai benteng formal untuk mengatasi korupsi,
tidak boleh dipaksa tunduk pada kemauan pribadi pucuk pimpinan negara.
c.
Penyelenggara negara dan segenap elemen bangsa harus terjalin dalam satu
kesatuan jiwa Kata kucinya adalah segera terwujudnya sistem kepemimpinan
nasional yang kuat dan berwibawa di mata rakyat yang memiliki integritas tinggi
(terpercaya, jujur dan adil), adanya kejelasan visi (ke depan) pemimpin yang
jelas dan implementatif, pemimpin yang mampu memberi inspirasi (inspiring) dan
mengarahkan (directing) semangat rakyat secara kolektif, memiliki semangat
jihad, komunikatif terhadap rakyat, mampu membangkitkan semangat solidaritas
(solidarity maker) atau conflict resolutor. Dan untuk pemuda, mereka harus
mempu memperjuangkan sistem nilai-nilai yang merepresentasikan aspirasi,
sensitivitas dan integritas para generasi muda terhadap gejala ketidakadilan
yang terjadi di masyarakat.
4.
Strategi Pemuda Untuk Memujudkan
Wawasan Kebangsaan
Strategi yang perlu dilakukan untuk
mewujudkan pemuda Indonesia yang berwawasan kebangsaan, cerdas, terampil,
kreatif, memiliki daya saing dan berakhlak mulia adalah :
a.
pemberdayaan generasi muda yang
dilaksanakan harus terencana,
menyeluruh, terpadu, terarah, bertahap dan berlanjut untuk memacu tumbuh
kembangnya wawasan generasi muda dalam mewujudkan kehidupan yang sejajar dengan
generasi muda bangsa-bangsa lain. Usaha
pengembangan ini merupakan pemerataan serta perluasan dari tahap sebelumnya dan
merupakan rangkaian yang berkelanjutan.
b.
pemberdayaan generasi muda merupakan
program pembangunan yang bersifat lintas bidang dan lintas sektoral, harus
dikoordinasikan sedini mungkin dari
perumusan kebijaksanaan, perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pengawasanserta melibatkan
peran serta masyarakat.
c.
menempatkan posisi generasi muda
lebih sebagai subjek dibanding sebagai objek dan pada tingkat tertentu
diharapkan agar generasi muda dapat berperan secara lebih aktif, produktif
dalam membangun jati diri secara bertanggung jawab dan efektif.
Dalam pelaksanaan strtategi
ini, perlu dirancang rumusan hak dan kewajiban yang merupakan proses gradual
semenjak kanak-kanak hingga mencapai usia dewasa. Proses gradual ini secara
sosiologis meru¬pakan proses sosialisasi (penanaman) nilai dan norma masyarakat
sesuai dengan tahapan usianya. Proses ini dapat dikelompokkan sesuai usia; 0-6
tahun, 6-18 tahun, 18-21 tahun dan 21-35 tahun. Kelompok 6-18 tahun harus mulai
melakukan interaksi sosial dalam rangka memperoleh keterampilan sosial sebagai
bekal untuk menjadi orang dewasa sehingga ketika mereka mencapai usia kelompok
berikutnya (usia 21-35 tahun), diharapkan mampu mencapai tingkat kematangan
pemikiran sekaligus mampu menerapkannya dalam lingkungannya. Namun demikian, perlu sarana kondusif untuk mencapai puncak kematangan
sebuah generasi.
Pemuda dan masyarakat umumnya,
memerlukan fasilitas untuk mencapai kemandirian. Pertama, harus diciptakan
iklim yang kondusif agar para generasi muda dapat mengaktualisasikan segenap
potensi, bakat, dan minat yang dimilikinya. Dengan pernyataan ini maka berarti
kita memiliki pandangan yang positif dan optimis tentang para generasi muda,
yaitu bahwa setiap generasi muda memiliki potensi, bakat, dan minat
masing-masing.
Kedua, pemberdayaan generasi
muda membutuhkan suatu strategi kebudayaan, bukan strategi kekuasaan. Dengan
strategi kebudayaan berarti kita harus menempatkan generasi muda bukan lagi
sebagai obyek, melainkan sebagai subyek. Para generasi muda harus diberikan
otoritas untuk melakukan proses pembelajaran sendiri agar mereka menjadi lebih
berdaya dan diberdayakan.
Ketiga, memberikan kesempatan
dan kebebasan kepada para generasi muda untuk mengorganisasikan dirinya secara
bebas dan merdeka. Ini dimaksudkan agar etos kompetisi tumbuh dan berkembang
dengan baik. Kecenderungan untuk menyeragamkan mereka dalam suatu wadah tunggal
seperti kebiasaan lama ternyata justru menumbuhkan semangat berkompetisi