KONSEP
DASAR PSIKOLOGI SOSIAL
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Psikologi Sosial
Psikologi
berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua buah kata, yaitu “psyche” dan
“logos” yang berarti jiwa dan ilmu. Berdasarkan kedua pengertian itu, maka
orang dengan mudah memberikan batasan atau pengertian psikologi sebagai ilmu
pengetahuan tentang jiwa atau sering disebut dengan “ilmu jiwa.” Jadi secara
etimologi psikologi artinya ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya.
Psikologi sosial merupakan perkembangan ilmu
pengetahuan yang baru, dan merupakan cabang dari ilmu pengetahuan psikologi
pada umumnya. Ilmu tersebut menguraikan tentang kegiatan-kegiatan manusia dalam
hubungannya dengan situasi-situasi sosial, termasuk didalamnya interaksi antar
orang dan hasil kebudayaannya.
Interaksi ini baik antar individu-indvidu,
individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok dapat berjalan lancar
dapat pula tidak. Tingkah laku individu yang timbul dalam konteks sosial atau
lingkungan sosial inilah yang akan dipelajari dalam psikologi sosial.
Berdasarkan gambaran tersebut dikemukakan beberapa definisi psikologi sosial
sebagai berikut:
a.
Hubert Bonner
dalam bukunya Social Psychology mengatakan bahwa psikologi sosial adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia.
b.
A.M Chorus
dalam bukunya Grondsiagen der sosiale psychologie merumuskan psikologi sosial
ialah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku individu manusia sebagai
anggota suatu masyarakat.
c.
Boring,
Langveld, Weld dalam bukunya Foundation of Psychology mengutarakan: psikologi
sosial adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari individu manusia dalam
kelompoknya dan hubungan antara manusia dengan manusia.
d.
Secord and
Backman (1974): psikologi sosial adalah ilmu yang mempelajari individu dalam
konteks sosial.
e.
Gardon W.
Allport (1968): psikologi sosial adalah ilmu yang berusaha mengerti dan
menerangkan bagaimana pikiran, perasaan, dan tingkah laku individu dipengaruhi
oleh kenyataan, imajinasi, atau kehadiran orang lain.
Dari beberapa rumusan definisi diatas dapat
kita simpulkan bahwa psikologi sosial adalah suatu studi ilmiah tentang
pengalaman dan tingkah laku individu-individu dalam hubungannya dengan situasi
sosial. Atau dapat disingkat ilmu yang mempelajari individu sebagai sebuah
kelompok. Membicarakan psikologi sosial tidak dapat terlepas dari pembicaraan
individu dalam hubungannya dengan situasi-situasi sosial.
Masalah pokok dalam psikologi sosial adalah
pengaruh sosial (social influence). Pengaruh sosial inlah yang akan
mempengaruhi tingkah laku individu. Berdasarkan inilah maka psikologi sosial
didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari dan menyelidiki tingkah laku
individu dalam hubungannya dengan situasi sosial.
2.2
Ruang Lingkup Psikologi Sosial
Berdasarkan pada pembahasan beberapa definisi
tentang psikologi sosial yang dikemukakan oleh para ahli, maka dapat diketahui
beberapa pokok-pokok yang dikaji dalam psikologi sosial yaitu:
1.
Hubungan antar
manusia.
2.
Kehidupan
manusia dalam kelompok.
3.
Sifat-sifat dan
struktur kelompok.
4.
Pembentukan
norma sosial.
5.
Peranan
kelompok dalam perkembangan individu.
6.
Kepemimpinan
(leadership) dan dinamika kelompok (Group dynamics).
7.
Sikap
(attitude) sosial.
8.
Perubahan sikap
(attitude) sosial.
Secara umum
para ilmuan mencoba membagi wilayah studi psikologi sosial menjadi tiga, yaitu:
1.
Studi tentang
pengaruh sosial terhadap individual, misalnya: studi tentang persepsi,
motivasi, proses belajar, atribusi (sifat).
2.
Studi tentang
proses-proses individual bersama, seperti bahasa, sikap sosial, dan sebagainya.
3.
Studi tentang
interaksi kelompok, misalnya:
kepemimpinan, komunikasi, hubungan kekuasaan, otoriter,
kerja sama, persaingan, peran.
Ruang lingkup pembahasan psikologi sosial berada pada
ruang antara psikologi dan sosiologi. Titik persinggungan inilah yang dalam
sejarah pertumbuhan ilmu pengetahuan memunculkan ilmu baru dalam lapangan
psikologi, yakni psikologi sosial. Psikologi sosial merupakan bagian dari
psikologi yang secara khusus mempelajari tingkah laku manusia atau
kegiatan-kegiatan manusia dalam hubungannya dengan situasi-situasi sosialnya.
2.3 Tujuan
Psikologi Sosial
Sama halnya tujuan dalam bidang-bidang yang lain,
tujuan pembelajaran Psikologi Sosial bertumpu pada tujuan yang lebih
tinggi. Secara hirarki, tujuan Pendidikan Nasional pada tataran operasional
dijabarkan dalam tujuan institusional tiap jenis dan jenjang pendidikan,
selanjutkan pencapaian tujuan institusional ini, secara praktis dijabarkan
dalam tujuan kurikuler atau tujuan mata pelajaran. Akhirnya tujuan kurikuler
ini, secara praktis operasional dijabarkan dalam tujuan intruksional atau
tujuan pembelajaran.
Tujuan kurikuler
psikologi sosial yang harus dicapai sekurang-kurangnya meliputi lima tujuan
berikut:
1.
Membekali
peserta didik dengan pengetahuan psikologi sosial sehingga tidak terpengaruh,
tersugesti, atau terpengaruh oleh situasi sosial yang tidak selamanya bernilai
baik.
2.
Membekali peserta didik dengan kemampuan mengidentifikasi, menganalisa dan
menyusun alternatif pemecahan masalah-masalah sosial secara tepat dan
sistematis mengenai proses kejiwaan yang berhubungan dengan kehidupan bersama.
3.
Membekali
peserta didik dengan kemampuan berkomunikasi dengan sesama warga masyarakat
sehingga memudahkan dalam melakukan pendekatan untuk mewujudkan perubahan dan
pengarahan kepada tujuan sebaik-baiknya.
4.
Membekali peserta didik dengan kesadaran terhadap lingkungan sosial sehingga
mampu merubah sifat dan sikap sosialnya.
5.
Membekali
peserta didik dengan kemampuan mengembangkan pengetahuan dan keilmuan psikologi
sosial sesuai dengan perkembangan kehidupan, perkembangan masyarakat,
perkembangan ilmu, dan perkembangan teknologi.
2.4 Objek dan
Metode Psikologi Sosial
2.4.1
Objek Psikologi Sosial
Berbicara tentang objek psikologi sosial,
tidaklah terlepas dari objek psikologi pada umumnya, sebab sebagaimana telah
diterangkan sebelumnya bahwa psikologi sosial adalah cabang dari psikologi pada
umumnya. Kita ketahui bahwa yang menjadi objek psikologi adalah manusia dan
kegiatan-kegiatannya, sedang objek psikologi sosial adalah kegiatan-kegiatan
sosial atau gejala-gejala sosial.
Masalah
yang dikupas dalam psikologi umum adalah gejala-gejala jiwa seperti perasaan,
kemauan, dan berfikir yang terlepas dari alam sekitar. Sedangkan dalam psikologi sosial masalah
yang dikupas adalah manusia sebagai anggota masyarakat, seperti hubungan
individu dengan individu yang lain dalam kelompoknya.
2.4.2
Metode Psikologi Sosial
Seperti halnya berbagai disiplin ilmu pada
umumnya, psikologi sosial juga memerlukan suatu metode dalam melakukan berbagai
kajian terhadap problematika psikologi sosial yang terjadi di masyarakat.
Adapun beberapa metode yang digunakan dalam psikologi sosial antara lain yaitu:
1. Metode Eksperimen
Metode ini
pertama kali dipakai oleh Wilhelm Wundt.
Agar metode ini
dapat mencapai hasil yang dapat dipertanggungjawabkan, maka ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi, yaitu:
a.
Kita harus
dapat menentukan waktu terjadinya gejala yang ingin kita selidiki dengan tepat.
b.
Kita harus
dapat mengikuti berlangsungnya gejala yang ingin kita selidiki, dan harus mengamatinya dengan perhatian yang
khusus.
c.
Tiap-tiap
pengamatan harus dapat kita ulangi dalam keadaan yang sama.
d.
Kita harus
mengubah-ubah dengan sengaja syarat-syarat keadaan eksperimen.
Metode eksperimen ini dimaksudkan untuk
menyelidiki suatu gejala dengan perhatian yang khusus, sehingga dapat memperoleh keterangan yang
lebih mendalam tentang gejala-gejala tersebut. Metode test dalam menyelidiki psikologi
sebenarnya termasuk eksperimen ini.
2. Metode Survei
Metode ini
biasanya digunakan untuk mengumpulkan keterangan mengenai kelompok tertentu
yang ingin diselidiki. Dalam pelaksanaan,
biasanya dengan menggunakan wawancara,
observasi, atau angket sebagai
alat untuk mengumpulkan keterangan-keterangannya.
3. Metode Observasi
Observasi
merupakan suatu penyelidikan yang dijalankan secara sistematis, dan dengan sengaja diadakan dengan panca
indra (terutama mata) terhadap kejadian-kejadian yang langsung ditangkap pada
waktu kejadian terjadi.
4.
Metode Diagnostik-psikis
Dalam mengumpulkan
beberapa keterangan biasanya penyelidik tidak melakukan dengan biasa, kadang
perlu dilakukan uji test-test psikologi yang dapat menggambarkan segi-segi
psikologi yang lebih dalam mendapat keterangan.
5. Metode Sosiometri
Metode ini
ditemukan dan dikembangkan oleh Moreno dan dimaksudkan untuk meneliti intra-group-relations,
atau saling hubungan antara anggota kelompok di dalam suatu kelompok.
Pelaksanaannya
dengan menggunakan daftar pertanyaan yang berhubungan dengan relasi seseorang
dan orang lain yang tergabung dalam satu kelompok, misalnya bagaimana ia
menentukan kawan, bagaimana ia memilih teman, syarat-syarat apa yang digunakan
untuk menentukan pemilihan teman. Dari jawaban-jawaban itulah dapat dibuat
sosiogram, yakni yang menggambarkan bagaimana arah saling hubungan antar
anggota kelompok itu.
2.5
Konsep Dasar Psikologi Sosial
Manusia
adalah salah satu ciptaan Tuhan yang memiliki kecerdasan, kesadaran, dan
kemauan yang tinggi dibandingkan dengan makhluk-makhluk-Nya yang lain.
Kelebihan inilah yang mendorong manusia mampu menguasai alam, menaklukkan
makhluk yang lebih kuat, dan menciptakan segala sesuatu yang dapat
menyempurnakan dirinya. Hal ini bisa tercapai karena dalam diri manusia
terdapat potensi yang selalu mengalami proses perkembangan setelah individu
tersebut berinteraksi dengan lingkungannya. Potensi-potensi yang dimiliki
manusia sehingga membedakan dengan makhluk ciptaan Tuhan yang lainnya adalah
sebagai berikut :
1. Kemampuan
menggunakan bahasa
Kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa ini
hanyalah semata-mata terdapat pada manusia dalam pengertian bisa merubah,
menambah, dan mengembangkan bahasa yang digunakan. Sedangkan pada binatang
memang ada tetapi masih sangat sederhana sekali dan terbatas pada bunyi suara
yang merupakan isyarat atau tanda-tanda.
2. Adanya
sikap etik
Dalam setiap masyarakat pasti terdapat peraturan atau
norma-norma yang mengatur tingkah laku anggota-anggotanya baik itu masyarakat
modern maupun masyarakat yang masih terbelakang sekalipun norma tersebut
merupakan ketentuan apakah suatu perbuatan itu dipandang baik atau buruk. Norma
tersebut tidak selalu sama antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya
sesuai dengan adat kebiasaan, agama, dan perkembangan kebudayaan umumnya dimana
dia hidup. Individu sebagai anggota masyarakat berusaha untuk berbuat sesuai
dengan norma yang berlaku dalam masyarakat karena adanya sikap etik yang
dimilikinya. Namun demikian sesuai dengan tuntutan kebudayaan manusia berusaha
untuk menyempurnakan norma yang telah ada.
3. Hidup
dalam 3 dimensi waktu
Manusia memiliki kemampuan untuk hidup dalam 3 dimensi
waktu. Manusia mampu mendasarkan tingkah lakunya pada pengalaman masa lalunya,
kebutahan-kebutuhan sekarang, dan tujuan yang akan dicapai pada masa yang akan
datang.
Ketiga potensi diatas oleh para ahli dijadikan sebagai
syarat “ human minimum “. Oleh karenanya bila tidak terdapat ketiga potensi ini
maka akan sukar untuk dikelompokkan sebagai masyarakat (manusia). Pemahaman ini
selanjutnya akan mendorong untuk meningkatkan kecakapan dan potensi diri
pribadinya. Dengan potensinya tersebut, manusia juga disebut sebagai makhluk
monopluralis. Disebut demikian karena manusia dapat dipandang sebagai makhluk
individu, sosial, dan ber-Tuhan.
1.
Makhluk individu
Manusia sebagai makhluk individual berarti manusia itu
merupakan suatu totalitas. Individu berasal dari kata in-dividere, yang berarti
tidak dapat dipecah-pecah. Dalam aliran modern, ditegaskan bahwa jiwa manusia
itu merupakan satu kesatuan jiwa raga yang berkegiatan secara keseluruhan.
2.
Makhluk sosial
Manusia tidaklah mungkin hidup sendiri tanpa adanya
komunikasi dengan manusia yang lainnya. Sejak dilahirkan manusia membutuhkan
bantuan orang lain, ia memerlukan bantuan makan, minum, dan memenuhi kebutuhan
biologisnya. Demikian pula setelah tumbuh lebih besar, berbicara, belajar,
berjalan, mengenal benda, mengenal norma, dan sebagainya selalu membutuhkan
bantuan orang lain di sekitarnya.
3.
Makhluk ber –Tuhan
Sebagai manusia yang beragama, dalam kehidupannya tidak
bisa dilepaskan dari pengakuan terhadap Tuhan. Hanya mereka yang tergolong
atheis saja yang tidak mengakui adanya Tuhan.
2.6
Implementasi Psikologi Sosial dalam Kehidupan Masyarakat
Implementasi psikologi sosial adalah
penerapan hasil studi psikologi sosial dalam membantu memecahkan problematika
sosial yang terjadi pada kehidupan sehari-hari masyarakat. Dalam setiap masalah atau kasus yang terjadi di masyarakat
pada umumnya disebabkan adanya ketidakseimbangan perhatian atau pembinaan
terhadap kedua aspek yang ada dalam diri manusia, yakni : aspek jasmani (raga) dan aspek rohani
(jiwa). Keseimbangan kedua aspek tersebut sangat berpengaruh terhadap setiap
perilaku individu ketika menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dalam
berinteraksi dengan masyarakatnya. Terkait hal di atas dapat dicontohkan dalam
kasus sebagai berikut:
seorang remaja yang berusia 18 tahun yang
sedang duduk di bangku SMA memiliki sifat introvert. Lingkungan yang keras dan
minimnya pengetahuan tentang keagamaan telah membesarkannya menjadi orang yang
mudah terpengaruh pada situasi dan kondisi di lingkungan
sekitarnya. Selain dari lingkungan sekitarnya, kasus yang terjadi pada anak ini
juga dilatarbelakangi oleh keadaan keluarganya yang broken home sehingga
mengakibatkan pengaruh-pengaruh yang buruk dari lingkungan keluarga juga dengan
mudah memasuki kehidupannya. Hampir tiap malam anak ini bergaul dengan teman di
lingkungannya yang sering berjudi dan mabuk-mabukan sehingga proses
pendidikannya terganggu.
Terkait dengan kasus
kenakalan remaja di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pengaruh
lingkungan yang buruk dan kurangnya perhatian orang tua (broken home) sangat
berpengaruh terhadap perkembangan jiwa keagamaan dan kerohanian pada diri anak.
Dalam hal ini yang paling utama adalah penanaman jiwa keagamaan anak sejak
dini. Jadi, peranan keagamaan pada diri
anak sangat penting dalam kehidupannya,
karena dengan pendidikan agama diharapkan dapat menyaring segala sesuatu
yang bersifat negatif dalam kehidupan bermasyarakat (Arifin, 2004).
Studi pada kasus diatas memberikan ilustrasi bahwa
betapa besarnya pengaruh lingkungan terhadap perilaku individu dalam kelompok
sosial. Psikologi sosial dalam hal ini membantu memberikan pemecahan
persoalannya dengan upaya pendidikan keagamaan. Perangsang sosial yang berupa
pendidikan keagamaan dan lingkungan sosial yang penuh dengan kekeluargaan
diharapkan mampu merubah perilaku individu menjadi lebih baik, sehingga secara
bertahap persoalan mendasar dari pengaruh buruk lingkungan akan terkikis dan
tergantikan dengan pengaruh yang baik dari pendidikan keagamaan.