Shalat Bagi Orang Sakit
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
A.
Latar
Belakang ........................................................................................ 1
B.
Rumusan
Masalah.................................................................................... 2
C.
Tujuan ..................................................................................................... 2
BAB II
PEMBAHASAN ................................................................................................. 3
A.
Shalat dalam keadaan sakit .................................................................... 3
B.
Shalat dengan duduk .............................................................................. 4
C.
Sholat dengan berbaring.......................................................................... 5
D.
Sholat dengan terlentang......................................................................... 6
E.
Tata
cara sholat bagi orang sakit............................................................... 7
BAB III
PENUTUP ........................................................................................................... 9
Kesimpulan.......................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 10
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
“ Shalat dalam keadaan darurat ialah
shalat yang dilaksanakan dalam keadaan yang menyulitkan seseorang untuk
melaksanakannya sesuai dengan rukun-rukun shalat yang lengkap”. Dalam keadaan
bagaimana pun, apapun, dimana pun, dan
kapan pun sebagai umat islam kita harus selalu mendirikan shalat. Begitu pun
dengan Orang yang sakit tetap diwajibkan melaksanakan sholat fardu. Selama akal
dan ingatan orang yang sakit masih sadar. Namun, kaum muslim yang kadang
meninggalkan sholat dengan dalih sakit atau memaksakan diri sholat dengan
tata-tata cara yang biasa dilakukan orang sehat. Akhirnya merasakan
beratnya sholat bahkan merasakan hal itu sebagai beban yang
menyusahkannya.
Sesungguhnya telah jelas bahwa
tidak ada satu pun beban syari’at yang diwajibkan kepada seorang di luar
kemampuannya. Karena syari’at islam dibangun di atas dasar ilmu dan kemampuan
orang yang dibebani. Allah Ta’ala sendiri menjelaskan hal ini dalam firman-Nya: لاَ يُكَلِّفُ اللّهُ نَفْساً إِلاَّ
وُسْعَهَا
“Allah
tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya,” (Qs. Al-Baqarah: 286).
Orang yang sakit tidak sama dengan
yang sehat. Semua harus berusaha melaksanakan kewajibannya menurut kemampuan
masing-masing. Sehingga nampaklah keindahan syari’at dan kemudahannya. Allah
Ta’ala juga memerintahkan kaum muslimin untuk melaksanakan ketakwaan menurut
kemampuan mereka dalam firman-Nya: فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
"Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu” (Qs. At-Taghaabun/64:16)
Shalat adalah ibadah yang berhukum
wajib. Wajib untuk dilaksanakan oleh setiap kaum muslim, baik laki- laki mau
pun perempuan, yang telah terhukum wajib untuk melaksanakan. Oleh sebab itu.
Sholat harus dilaksanakan, meskipun itu dalam kondisi tidak sehat atau sakit.
Karna disaat sakit dan tidak bisa berdiri atau tidak sanggup berdiri maka
diperbolehkan untuk sholat dengan duduk, begitu juga jika tidak mampu dengan
duduk, maka boleh dilaksanakan dengan berbaring dan jika bebaring tak mampu
untuk melaksanakan maka diperbolehkan dengan berbaring.karna agama islam adalah
agama yang mudah dan tidak pernah mempersulit pemeluknya.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Shalat
dalam keadaan sakit?
2. Apa yang dimaksud dengan Shalat
dengan duduk?
3. Apa yang dimaksud dengan Sholat
dengan berbaring?
4. Apa yang dimaksud dengan Sholat
dengan terlentang?
5. Bagaimana tata cara sholat bagi
orang sakit?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui Cara Shalat dalam keadaan sakit
2.
Mengetahui Cara Shalat dengan duduk
3.
Mengetahui Cara Sholat dengan berbaring
4.
Mengetahui Cara Sholat dengan terlentang
5.
Mengetahui tata cara sholat bagi orang sakit
BAB II
PEMBAHASAN
A. Shalat Dalam Keadaan Sakit
“Shalat
adalah ibadah yang wajib dilaksanakan. Ketika kita sakit pun kita wajib
mendirikan sholat”. Orang yang sakit tetap wajib sholat diwaktunya dan
melaksanakannya menurut kemampuannya[1],
sebagaimana diperintahkan Allah Ta’ala dalam firman-Nya: فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Maka bertaqwalah
kamu kepada Allah menurut kesanggupanm”. (Qs. At-Taghâbûn/ 64:16) dan perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam dalam hadits ‘Imrân bin Hushain:
كَانَتْ
بِي بَوَاسِيرُ فَسَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ
الصَّلَاةِ فَقَالَ صَلِّ قَائِمًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا فَإِنْ لَمْ
تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ
Pernah
Penyakit wasir menimpaku, lalu akau bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam tentang cara sholatnya. Maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjawab: “Sholatlah dengan berdiri, apabila tidak mampu maka duduklah dan bila
tidak mampu juga maka berbaringlah.” (HR al-Bukhari no. 1117)
Apabila melakukan shalat pada
waktunya terasa berat baginya, maka diperbolehkan menjamâ’ (menggabung) shalat
, shalat Zhuhur dan Ashar, Maghrib dan ‘Isya` baik dengan jamâ’ taqdîm atau
ta’khîr[2],
dengan cara memilih yang termudah baginya. Sedangkan shalat Shubuh maka tidak
boleh dijama’ karena waktunya terpisah dari shalat sebelum dan sesudahnya. Di
antara dasar kebolehan ini adalah hadits Ibnu Abas Radhiyallahu 'anhuma yang
berbunyi :
جَمَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ
وَالْعِشَاءِ بِالْمَدِينَةِ فِي غَيْرِ خَوْفٍ وَلَا مَطَرٍ قَالَ (أَبُوْ كُرَيْبٍ)
قُلْتُ لِابْنِ عَبَّاسٍ لِمَ فَعَلَ ذَلِكَ قَالَ كَيْ لَا يُحْرِجَ أُمَّتَهُ
"Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam telah menjama’ antara Zhuhur dan Ashar, Maghrib dan Isya’ di kota
Madinah tanpa sebab takut dan hujan. Abu Kuraib rahimahullah berkata: Aku
bertanya kepada Ibnu Abas Radhiyallahu 'anhu : Mengapa beliau berbuat demikian?
Beliau Radhiyallahu 'anhu menjawab: Agar tidak menyusahkan umatnya." [HR
Muslim no. 705]
Dalam hadits di atas jelas
Rasulullah membolehkan kita menjamâ’ shalat karena adanya rasa berat yang
menyusahkan (Masyaqqah) dan sakit adalah Masyaqqah. Ini juga dikuatkan dengan
menganalogikan orang sakit dengan orang yang terkena istihâdhoh yang
diperintahkan Nabi Shallallahu 'alaihi wa salam untuk mengakhirkan shalat
Zhuhur dan mempercepat Ashar dan mengakhirkan Maghrib serta mempecepat Isya’.
Diwajibkan bagi orang yang sakit untuk shalat dengan
berdiri apabila mampu dan tak khawatir sakitnya bertambah parah, karena berdiri
dalam shalat wajib merupakan rukun shalat. Allah Azza wa Jalla berfirman: "Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu)
dengan khusyu" [al-Baqarah/ 2:238]. Diwajibkan juga bagi orang
yang mampu berdiri walaupun dengan menggunakan tongkat, bersandar ke tembok
atau berpegangan pada tiang, berdasarkan hadits Ummu Qais Radhiyallahu 'anha
yang berbunyi:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا أَسَنَّ وَحَمَلَ اللَّحْمَ اتَّخَذَ عَمُودًا فِي
مُصَلَّاهُ يَعْتَمِدُ عَلَيْهِ
"Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam ketika berusia lanjut dan lemah, beliau memasang tiang di tempat
shalatnya sebagai sandaran". [HR Abu Dawud & dishahihkan al-Albani
dlm Silsilah Ash-Shohihah 319].
Demikian juga orang bungkuk
diwajibkan berdiri walaupun keadaannya seperti orang rukuk. Syeikh Ibnu
Utsaimin Rahimahullah berkata, "Diwajibkan berdiri bagi seorang dalam
segala caranya, walaupun menyerupai orang ruku' atau bersandar kepada tongkat,
tembok, tiang ataupun manusia"[3].
B. Sholat Dengan Duduk
Orang sakit yang mampu berdiri namun tidak mampu
ruku' atau sujud , dia tetap wajib berdiri. Dia harus shalat dengan berdiri dan
melakukan rukuk dengan menundukkan badannya. Bila dia tak mampu membungkukkan
punggungnya sama sekali, maka cukup dengan menundukkan lehernya, kemudian
duduk, lalu menundukkan badannya untuk sujud dalam keadaan duduk dengan
mendekatkan wajahnya ke tanah sebisa mungkin.
Orang sakit yang khawatir akan
bertambah parah sakitnya atau memperlambat kesembuhannya atau sangat susah
berdiri, diperbolehkan shalat dengan duduk,
kesulitan (Masyaqqah) membolehkan seseorang mengerjakan shalat dengan
duduk. Apabila seorang merasa susah mengerjakan shalat berdiri, maka ia boleh
mengerjakan shalat dengan duduk, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ
الْعُسْرَ
"Allah Azza
wa Jalla menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran
bagimu" [al-Baqarah/ 2:185].
Sebagaimana orang yang berat
berpuasa bagi orang yang sakit, walaupun masih mampu puasa, diperbolehkan
baginya berbuka dan tidak berpuasa; demikian juga shalat, apabila berat untuk
berdiri, maka boleh mengerjakan shalat dengan duduk.
Dalam keadaan demikian, masih
diwajibkan sujud di atas tanah dengan dasar keumuman hadits Ibnu Abas
Radhiyallahu 'anhu yang berbunyi:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ
الْجَبْهَةِ وَأَشَارَ بِيَدِهِ عَلَى أَنْفِهِ وَالْيَدَيْنِ وَالرِّجْلَيْنِ
وَأَطْرَافِ الْقَدَمَيْنِ
"Sesungguhnya
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Aku diperintahkan untuk
bersujud dengan tujuh tulang; Dahi – beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam
mengisyaratkan dengan tangannya ke hidung- kedua telapak tangan, dua kaki dan
ujung kedua telapak kaki"
Bila tetap tidak mampu, ia melakukan
sujud dengan meletakkan kedua telapak tangannya ke tanah dan menunduk untuk
sujud. Bila tidak mampu, hendaknya ia meletakkan tangannya di lututnya dan
menundukkan kepalanya lebih rendah dari pada ketika ruku’.
C. Shalat Dengan Berbaring
Orang sakit yang tidak mampu
melakukan shalat berdiri dan duduk, cara melakukannya adalah dengan berbaring,
boleh dengan miring ke kanan atau ke kiri, dengan menghadapkan wajahnya ke arah
kiblat. Ini berdasarkan sabda Rasulullah dalam hadits ‘Imrân bin al-Hushain
Radhiyallahu 'anhu :
صَلِّ قَائِمًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ
"Shalatlah dengan berdiri, apabila tidak mampu maka duduklah dan bila tidak mampu juga maka berbaringlah" [HR al-Bukhâri no. 1117]
Dalam hadits ini Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam tidak menjelaskan pada sisi mana seseorang harus berbaring,
ke kanan atau ke kiri, sehingga yang utama adalah yang termudah dari keduanya.
Apabila miring ke kanan lebih mudah, itu yang lebih utama baginya dan apabila
miring ke kiri itu yang termudah maka itu yang lebih utama. Namun bila
kedua-duanya sama mudahnya, maka miring ke kanan lebih utama dengan dasar
keumuman hadits ‘Aisyah Radhiyallahu 'anha yang berbunyi:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحِبُّ التَّيَمُّنَ فِي شَأْنِهِ كُلِّهِ فِي نَعْلَيْهِ
وَتَرَجُّلِهِ وَطُهُورِهِ
"Dahulu Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam menyukai mendahulukan sebelah kanan dalam seluruh urusannya,
dalam memakai sandal, menyisir dan bersucinya" [HR Muslim no 396].
Melakukan ruku’ dan sujud dengan
isyarat merendahkan kepala ke dada, ketentuannya , sujud lebih rendah dari
ruku’.
D. Sholat Dengan Terlentang
Orang sakit yang tidak mampu
berbaring, boleh melakukan shalat dengan terlentang dan menghadapkan kakinya ke
arah kiblat, karena hal ini lebih dekat kepada cara berdiri. Misalnya bila
kiblatnya arah barat maka letak kepalanya di sebelah timur dan kakinya di arah
barat[4].
Apabila tidak mampu menghadap kiblat dan tidak ada yang mengarahkan atau
membantu mengarahkannya, maka hendaklan ia shalat sesuai keadaannya tersebut,
berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
"Allah Azza wa Jalla tidak
membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya" [al-Baqarah/
2:286]
Orang sakit yang tidak mampu shalat
dengan terlentang maka shalatnya sesuai keadaannya dengan dasar firman Allah
Subhanahu wa Ta'ala :
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
"Maka bertakwalah kamu kepada
Allah Azza wa Jalla menurut kesanggupanmu" [at-Taghâbun/ 64:16]
Orang yang sakit dan tidak mampu
melakukan shalat dengan semua gerakan di atas (Ia tidak mampu menggerakkan
anggota tubuhnya dan tidak mampu juga dengan matanya), hendaknya ia melakukan
shalat dengan isyarat (mengedipkan mata) dan hatinya. Shalat tetap diwajibkan
selama akal seorang masih sehat. Dan Apabila shalat orang yang sakit mampu
melakukan perbuatan yang sebelumnya tidak mampu, baik keadaan berdiri, ruku’
atau sujud, maka ia wajib melaksanakan shalatnya dengan kemampuan yang ada dan
menyempurnakan yang tersisa. Ia tidak perlu mengulang yang telah lalu, karena
yang telah lalu dari shalat tersebut telah sah.
Apabila yang orang sakit tidak mampu
melakukan sujud di atas tanah, hendaknya ia cukup menundukkan kepalanya dan
tidak mengambil sesuatu sebagai alas sujud. Hal ini didasarkan hadîts Jâbir
Radhiyallahu 'anhu yang berbunyi:
أَنَّ رَسُوْلَ الله عَادَ مَرِيْضًا
فَرَآهُ يُصَلِّي عَلَى وِسَادَةٍ فَأَخَذَهَا فَرَمَى بِهَا، فَأَخَذَ عُوْدًا
لِيُصَلِّي عَلَيْهِ فَأَخَذَهُ فَرَمَى بِهِ، قَالَ: صَلِّ عَلَى الأَرْضِ إِنِ
اسْتَطَعْتَ وَإِلاَّ فَأَوْمِ إِيْمَاءً وَاجْعَلْ سُجُوْدَكَ أَخْفَضَ مِنْ
رُكُوْعِكَ
"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjenguk
orang sakit, beliau melihatnya sedang mengerjakan shalat di atas (beralaskan)
bantal, beliau pun mengambil dan melemparnya, kemudian mengambil kayu untuk
dijadikan alas shalatnya. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Shalatlah
di atas tanah apabila engkau mampu dan bila tidak maka dengan isyarat dengan
menunduk (al-Imâ`) dan jadikan sujudmu lebih rendah dari ruku'mu".[5]
E. Tata
Cara Shalat Orang Sakit
Kalau tidak dapat berdiri
boleh mengerjakannya sambil duduk. Yaitu telapak kaki kiri diduduki dan
telapak kaki kanan diberdirikan (seperti saat duduk tasyahud awal atau duduk
iftirasy).
1. Membaca niat dan takbiratul ihram
dengan mengangkat kedua tangan setinggi bahu (seperti shalat saat berdiri).
2. Membaca surat al fatihah dan surat
pendek atau surat lainnya yang ada didalam al qur’an yang di hafal (dilalukan
seperti dalam shalat sambil berdiri).
3. Rukuk dan tuma’ninah dengan duduk
membungkuk sedikit dan membaca doa ruku’.
4. Iktidal dan tumakninah dengan
kembali ke posisi semula yaitu duduk tegak dan membaca doa iktidal.
5. Dua sujud, duduk diantara dua sujud
tasyahud awal (duduk iftisary) dan tasyahud akhir sama seperti kita
mengerjakannya sambil berdiri.
Apabila
seseorang yang sakit mengerjakan shalat dengan berbaring, hendaklah ia
menghadap kiblat, yaini kepada berada disebelah utara dan kaki sebelah selatan.
A. Membaca niat dan takbiratul ihram
dengan mengangkat kedua tangan setinggi bahu.
B. Bersedekap dan membaca surat al
fatihah dan surat pendek lainnya yang ada didalam al-qur’an yang sudah dihafal.
C. Rukuk dan sujud menggerakkan kepada
kemuka. Pada saat sujud, kepala lebih ditundudukkan.
D. Untuk iktidal dan duduk diantara dua
sujud, cukup kembali ke posisi semula dan membaca doanya sama seperti bacaan
dalam shalat berdiri.
E.
Begitu juga dengan tasyahud awal dan tasyahud akhir, cukup
kembali ke posisi semula dengan membaca doanya sama seperti ketika shalat
berdiri.
Shalat dengan telentang :
1.
Kedua kaki diarahkan kekiblat. Jika memugkinkan, kepada
diberi bantal agar mukanya dapa menghadap kekiblat.dengan demikian kepada
berada disebalah timur dan kaki sebelah barat.
2.
Bacaan dalam shalat telentang sama dengan bacaan
dalam shalat sambil berdiri.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Shalat adalah
ibadah yang berhukum wajib. Wajib untuk dilaksanakan oleh setiap kaum muslim,
baik laki- laki maupun perempuan, yang telah terhukum wajib untuk melaksanakan.
Oleh sebab itu. Sholat harus dilaksanakan, meskipun itu dalam kondisi tidak
sehat atau sakit. Karna disaat sakit dan tidak bisa berdiri atau tidak sanggup
berdiri maka diperbolehkan untuk sholat dengan duduk, begitu juga jika tidak
mampu dengan duduk, maka boleh dilaksanakan dengan berbaring dan jika bebaring
tak mampu untuk melaksanakan maka diperbolehkan dengan berbaring.karna agama
islam adalah agama yang mudah dan tidak pernah mempersulit pemeluknya.
Orang sakit
yang khawatir akan bertambah parah sakitnya atau memperlambat kesembuhannya
atau sangat susah berdiri, diperbolehkan shalat dengan duduk,
Orang sakit
yang tidak mampu melakukan shalat berdiri dan duduk, cara melakukannya adalah
dengan berbaring, boleh dengan miring ke kanan atau ke kiri, dengan
menghadapkan wajahnya ke arah kiblat
Orang sakit
yang tidak mampu berbaring, boleh melakukan shalat dengan terlentang dan
menghadapkan kakinya ke arah kiblat, karena hal ini lebih dekat kepada cara
berdiri.
DAFTAR PUSTAKA
Amir Abyan, Zainal Muttaqim.
2004. Fiqih. Semarang: PT Karya Thoha Putra.
Andres Anwarudin, DKK. 2007. Fiqih.
Jakarta: Yudhi Tira.
[5] HR. al-Baihaqi dalam sunan al-Kubro
2/306 dan syaikh al-Albani dalam silsilah ash-Shahihah no.323 menyatakan: yang
pasti bahwa hadits ini dengan kumpulnya jalan periwayatannya adalah shahih
[6] Imam
Mujtaba, DKK, Fiqih, Jakarta, 2007, hal.63-66
Fiqih Semester 2/2016