ADZAN DAN
IQOMAH
MAKALAH
Makalah ini
Disusun untuk Memenuhi Tugas Fiqih 1
Dosen
Pembimbing :Abdul Halim, MA
Kelompok 7:
1.
Alfina Aghniyah Fitri
2.
Dika Ayu Rahmawati
3.
Faiqotin Nafi’ah
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH AL FATTAH
SEMESTER II
April/2016
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL
HALAMAN
SAMPUL DALAM......................................................................... i
KATA
PENGANTAR.......................................................................................... ii
DAFTAR
ISI.........................................................................................................
iii
BAB
I PENDAHUAN............................................................................................ 1
1.1 Latar
Belakang............................................................................................. 1
1.2 Rumusan
Malasah........................................................................................ 1
1.3 Tujuan.......................................................................................................... 1
BAB
II PEMBAHASAN........................................................................................ 2
2.1 Pengertian
Adzan dan Iqomah.................................................................... 2
2.2 Bacaan
Adzan dan Iqomah.......................................................................... 3
2.3 Menjawab
Adzan dan Iqomah..................................................................... 5
2.4 Doa
Setelah Adzan dan Iqomah.................................................................. 7
2.5 Sunnah-sunnah
Adzan................................................................................. 8
2.6 Keutamaan
Adzan dan Iqomah................................................................. 11
2.7 Permulaan
Disyari’atkan Adzan dan Iqomah............................................ 12
BAB
III PENUTUP.............................................................................................. 15
3.1 Kesimpulan................................................................................................ 15
3.2 Saran.......................................................................................................... 15
DAFTAR
PUSTAKA........................................................................................... 16
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di dalam Islam, shalat merupakan ibadah yang penting dan telah ditetapkan
waktu pelaksanaannya. Allah berfirman, artinya : Selanjutnya, apabila kamu
telah menyelesaikan shalat(mu) ingatlah
Allah ketika kamu berdiri, pada waktu duduk dan ketika berbaring. Kemudia, apa
bila kamu telah merasa aman, maka laksanakanlah shalat itu (sebagaimana
biasan). Sungguh itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang
yang beriman. (An Nisa` : 103).
Untuk mengetahui waktu shalat, Allah telah mensyariatkan adzan sebagai
tanda masuk waktu shalat, berikut tata cara adzan dan hukum Islam berkenaan
dengan adzan tersebut. Yang semuai ini, sangat penting untuk diketahui oleh
kaum muslimin. Adzan dan Iqamah merupakan di antara amalan yang utama di dalam
Islam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda :“Imam
sebagai penjamin dan muadzin (orang yang adzan) sebagai yang diberi amanah,
maka Allah memberi petunjuk kepada para imam dan memberi ampunan untuk para
muadzin.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana
Pengertian Adzan dan Iqomah
2. Bagaimana
Bacaan Adzan dan Iqomah
3. Bagaimana
Menjawab Adzan dan Iqomah
4. Bagaimana Doa
setelah Adzan dan Iqomah
5. Bagaimana
Sunah-sunah Adzan
6. Bagaimana
Keutamaan Adzan dan Iqomah
7. Bagaimana Permulaan Disyari’atkan
Adzan dan Iqomah
1.3 Tujuan
1. Menjelaskan
Pengertian Adzan dan Iqomah
2. Menjelaskan
Bacaan Adzan dan Iqomah
3. Menjelaskan
Menjawab Adzan dan Iqomah
4. Menjelaskan Doa
setelah Adzan dan Iqomah
5. Menjelaskan
Sunah-sunah Adzan
6. Menjelaskan
Keutamaan Adzan dan Iqomah
7. Menjelaskan Permulaan Disyari’atkan
Adzan dan Iqomah
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Adzan Dan Iqomah
Adzan secara etimologi bermakna Al-I’lam, yaitu pengumuman, pemberitahuan atau pemakluman.
Secara terminologi bermakna pemberitahuan masuknya waktu shalat dengan lafadz
khusus (seperti yang sering kita dengar).
Sebagaimana Firman Allah SWT dalam Kitab Suci Al-Qur’an Surat At-Taubah
Ayat 3 yang berbunyi :
“ Dan (inilah) suatu permakluman dari pada Allah
dan Rasul-Nya kepada umat manusia pada hari haji akbar, bahwa sesungguhnya
Allah dan RasulNya berlepas diri dari orang-orang musyrikin. Kemudian jika kamu
(kaum musyrikin) bertobat, maka bertaubat itu lebih baik bagimu ; dan jika kamu
berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu tidak dapat melemahkan Allah.
Dan beritakanlah kepada orang-orang kafir (bahwa mereka akan mendapat) siksa
yang pedih.”
Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia azan adalah seruan untuk mengajak orang melakukan
shalat. Adzan dimaksudkan untuk memberitahukan bahwa waktu shalat telah tiba dan
menyerukan untuk melakukan shalat berjamaah.
Firman Allah
Swt:
“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat
Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual
beli, yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al
Jumu’ah : 9)
Adapun menurut syariat, adzan
adalah beribadah kepada Allah dengan pemberitahuan masuknya waktu shalat dengan
dzikir tertentu. Inilah yang dirajihkan Ibnu ˜Utsaimin, sebagaimana pernyataan
beliau : Ini lebih tepat dari hanya
(sekedar) pengertian bahwa adzan adalah pemberitahuan masuknya waktu shalat,
sebab adzan itu ikut shalat.
Ibnu Mulaqqin berkata, “Ulama
menyebutkan empat hikmah adzan:
1.
Menampakkan
syiar Islam
3.
Pemberitahuan
telah masuknya waktu shalat dan pemberitahuan tempat pelaksanaan shalat.
4.
Ajakan
untuk menunaikan shalat berjamaah.” (dinukil dari Taudhihul Ahkam min Bulughil
Maram, 1/513 )
Adapun iqamah
menurut kaedah bahasa Arab berasal dari kata Aqaama yang bermakna menjadikannya
lurus atau menegakkan. Sedangkan menurut istilah syariat, Iqamah adalah ibadah
kepada Allah untuk menegakkan shalat dengan dzikir tertentu. Iqomah
dimaksudkan untuk memberitahukan kepada
jamaah supaya siap berdiri untuk melaksanakan shalat.[1]
Adzan dan iqomah mulai
disyariatkan pada tahun pertama Hijriyah. Hukum adzan dan iqomah ialah sunnah
muakkad menurut kesepakatan para ulama mujtahid. Waktu melaksanakan adzan ialah
ketika telah masuk waktu shalat dalam rangka memberitahu kepada kaum muslimin bahwa waktu
shalat telah tiba dan agar mereka bersia-siap untuk melaksanakan shalat dengan
berjamaah. Adapun waktu iqamah adalah ketika shalat akan dilaksanakan.
Orang yang mengumandangkan
adzan disebut muadzin, dan harus orang laki-laki yang berkewajiban mengumandangkan
adzan.
2.2 Disyariatkannya Adzan dan Iqomah
Pada awal terbentuknya, tulang pipa berupa tulang rawan. Selanjutnya,
secara bertahap mengalami penulangan atau osifikasi dengan tahapan sebagai
berikut
2.3 Bacaan Adzan dan Iqomah
·
Lafadz Adzan
Lafadz adzan yang diajarkan Rasulullah
kepada Abu Mahdzurah adalah sebagai berikut
Allah Maha Besar
|
2x
|
اَللهُ اَكْبَر، اَللهُ اَكْبَر
|
Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah
|
2x
|
إِلاَّاللهُ أَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ
|
Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah Utusan Allah
|
2x
|
اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
|
Marilah Sholat
|
2x
|
الصَّلاَةِ عَلَى حَيَّ
|
Marilah menuju kemenangan
|
2x
|
عَلَى الْفَلاَحِ حَيَّ
|
Allah Maha Besar
|
1x
|
اَللهُ اَكْبَر , اَللهُ
اَكْبَر
|
Tiada Tuhan selain Allah
|
1x
|
لاَ إِلَهَ إِلاَّالله
|
Adzan yang dikumandangkan pada saat akan
menunaikan ibadah sholat shubuh maka tambahkan lafal النَّوْمِ مِنَ خَيْرٌ اَلصَّلاَةُ ( Assolaatu khairun minan naum) yang artinya “ Sholat
itu lebih baik dari pada tidur ” dan dibaca 2x setelah lafadz ( حَيَّ عَلَى
الْفَلاَحِ )[2],
hal ini dinyatakan dalam hadits riwayat Abu Daud (500).
·
Lafadz iqomah
Lafal iqamah itu sama dengan Adzan,
bedanya kalau Adzan diucapkan masing-masing dua kali, sedangkan iqomah cukup
diucapkan sekali saja.
Iqamah sunah diucapkan agak cepat dan dilakukan dengan
suara agak rendah dari pada Adzan.[3]
Allah Maha Besar, Allah Maha Besar
|
اَللهُ اَكْبَر، اَللهُ اَكْبَر
|
Aku bersaksi, bahwa tiada Tuhan yang wajib disembah, kecuali
Allah
|
أَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّاللهُ
|
Aku bersaksi, bahwa Nabi Muhammad Itu utusan Allah
|
اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
|
Marilah shalat
|
حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ
|
Marilah menuju kemenangan
|
حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ
|
Telah masuk waktu shalat
|
قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ ، قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ
|
Allah Maha Besar, Allah Maha Besar
|
اَللهُ اَكْبَر، اَللهُ اَكْبَر
|
Tiada Tuhan selain Allah
|
لاَ إِلَهَ إِلاَّالله
|
2.4 Menjawab Azdan dan Iqomah
Bagi yang mendengar suara adzan, maka sunnah menjawabnya
dengan jawaban yang sama seperti apa yang kumandangkan muadzin tersebut dalam
kalimat adzan dan iqamah, Nabi SAW bersabda:
(اِذَاسَمِعتُمُ
النِّدَاءَ فَقُولُوْا مِثْلَ مَايَقُول الْمُؤَذِّنَ(رواه البخارى 586 ومسلم 383
“Apabila kamu
mendengar adzan, maka ucapkanlah seperti yang diucapkan mu’adzin.” (H.R.
al-Bukhari: 586, dan Muslim: 383).
Diatas merupakan Hadits riwayat al-Bukhari (588), dan Muslim (385), sedangkan
hadits berikut ini menurut Muslim.
وَاِذَا قَالَ
حَىَّ عَلَى الصَّلاَةِ، قَالَ: لاَحَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ اِلاَّ بِاللهِ، وَاِذَا
قَالَ حَىَّ عَلَى الْفَلاَحِ، قَالَ: لاَحَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ اِلاَّ بِاللهِ
“..........dan
apabila mu’adzin mengucapkan, “Hayya ‘ala ‘sh-Shalah”, maka pendengar
mengucapkan, “La haula wala quwwata illa billah”, dan apabila mu’adzin
mengucapkan, “Hayya ‘ala ‘l-falah”, maka pendengar mengucapkan, “La haula wala
quwwata illa billah”.
Penjelasan :
"Marilah kita didirikan shalat".
"Marilah kita menuju kemenangan".
Maka kita
menjawab:
"Tak ada daya upaya dan kekuatan kecuali dengan
pertolongan Allah".
Pada adzan subuh, ketika muadzin mengucapkan:
"Shalat itu lebih baik daripada
tidur."
Dan kita yang mendengarkannya
menjawab:
"Engkau benar, engkau betul!
dan saya termasuk diantara orang - orang yang menyaksikan hal itu"
Jawaban iqamah sama seperti jawaban terhadap adzan karena iqamah
merupakan adzan yang diserukan muadzin/muqim, termasuk mengucapkan: الصَّلاَةُ قَامَتِ
قَدْ .
Adapun hadits Abu Umamah Shudai ibnu ‘Ajlan radhiyallahu ‘anhu yang menyebutkan
saat Bilal radhiyallahu ‘anhu dalam iqamahnya mengatakan: الصَّلاَةُ
قَامَتِ قَدْ
, Rasulullah saw menjawab:
“Semoga Allah menegakkan dan mengekalkannya.”
Jika berjamaah maka yang membacakan Iqomah hanya seorang saja contohnya
muadzin, tidak perlu lagi kita Iqomah. Bagaimanapun memperoleh pahala hendaklah
kita menyahut, mengikuti atau menjawab apa yang diucapkan dalam Iqomah yang
dibacakan oleh muadzin dengan perlahan-lahan.
Penjelasan :
"Marilah kita didirikan shalat".
"Marilah kita menuju kemenangan".
Maka kita
menjawab:
"Tak ada daya upaya dan
kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah".
قَدْ
قَامَتِ الصَّلاَةُ ، قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ
“Telah masuk waktu shalat”
Maka kita
menjawab:
“Semoga Allah menegakkan shalat itu dan mengekalkannya,
dan semoga Allah menjadikan aku ini, dari golongan orang-orang yang
sebaik-baiknya ahli shalat”
2.5 Doa Setelah Adzan dan Iqomah
Ketika
Mu’adzin telah selesai mengumandangkan adzan maka disunnahkan untuk membaca
do’a seperti hadits berikut ini:
بْنِ جَابِرِ عَنْ الْمُنْكَدِرِ بْنِ مُحَمَّدِ عَنْ حَمْزَةَ أَبِي بْنُ شُعَيْبُ حَدَّثَنَا قَالَ عَيَّاشٍ بْنُ عَلِيُّ حَدَّثَنَا
الدَّعْوَةِ رَبَّهَذِهِ اللَّهُمَّ النِّدَاءَ يَسْمَعُ حِينَ قَالَ مَنْ قَالَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ اللَّهُ صَلَّى اللَّهِ رَسُولَ أَنَّ اللَّهِ عَبْدِ
التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ، اَتِ
مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ، وَالْفَضِيْلَةَ، وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًانِ
الَّذِى وَعَدْتَهُ، حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Telah menceritakan kepada kami 'Ali bin 'Ayyasy
berkata, telah menceritakan kepada kami Syu'aib bin Abu Hamzah dari Muhammad Al
Munkadir dari Jabir bin 'Abdullah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: ‘Barangsiapa berdo'a setelah mendengar Adzan: (Ya Allah.
Rabb Pemilik seruan yang sempurna ini, dan Pemilik shalat yang akan didirikan
ini, berikanlah wasilah (perantara) dan keutamaan kepada Muhammad.
Bangkitkanlah ia pada kedudukan yang terpuji sebagaimana Engkau telah
jannjikan) '. Maka ia berhak mendapatkan syafa'atku pada hari kiamat."
(HR. Bukhari)
Kemudian doa
Setelah Iqomah
اَقَامَهَااللهُ وَاَدَامَهَا مَادَامَتِ السَّمَوَاتُ وَاْلاَرْضُ
“Semoga Allah menegakkan dan
mengekalkan shalat selama masih ada langit dan bumi.”
2.6 Sunnah-sunnah
Adzan
Sunnah adalah istilah dalam fiqih
yang merujuk kepada suatu hukum dalam mengerjakan sesuatu halyang mana arti
dari hukum sunnah adalah apabila sesuatu itu dikerjakan maka akan mendapatkan
pahala atau dianjurkan untuk dikerjakan karena mendapatkan pahala. Adapun
sunnah-sunnah adzan adalah sebagai berikut:
1.
Adzan dalam keadaan berdiri dan menghadap kiblat.
Ibnu Al Mundzir berkata: “Para ulama yang saya hafal, (mereka) sepakat,
bahwa sunnah beradzan dengan berdiri”. Hal ini sesuai dengan perintah
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Bilal dalam hadits Abu Qatadah:
إِنَّالهَقَبَضَأَرْوَاحَكُمْحِينَشَاءَوَرَدَّهَاعَلَيْكُمْحِينَشَاءَيَابِلاَلُقُمْفَأَذِّنْبِالنَّاسِبِالصَّلاَةِ
“ Sesungguhnya Allah mencabut ruh-ruh kalian kapan (Dia) suka, dan
mengembalikannya kapan (Dia) suka. Wahai, Bilal! Bangun dan beradzanlah untuk
shalat.” [HR Al
Bukhari].
Juga disunnahkan menghadap kiblat.
Syaikh Al Albani menyatakan: “Telah shahih dalil menghadap kiblat dalam adzan
dari malaikat, sebagaimana yang dilihat Abdullah bin Zaid Al Anshari dalam
mimpinya”.
2.
Adzan di tempat yang tinggi, agar lebih keras
terdengar dalam menyampaikan adzan. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits seorang
wanita dari Bani Najjar yang menyatakan:
كَانَبَيْتِيمِنْأَطْوَلِبَيْتٍحَوْلَالْمَسْجِدِوَكَانَبِلاَلٌيُؤَذِّنُعَلَيْهِالْفَجْرَ
“Rumahku,
dahuku termasuk rumah yang tertinggi di sekitar masjid (nabawi), dan Bilal,
dulu beradzan fajar di atas rumah tersebut.” [HR Abu Dawud dan dihasankan Al Albani dalam
Irwa’ Al Ghalil, hadits no. 229, hlm. 1/246].
3.
Muadzin
disunnahkan memalingkan wajahnya ke kanan dan ke kiri pada hayya ‘ala ash
shalat dan hayya ‘ala al falah (hai’alatain), berdasarkan hadits Abu Juhaifah
yang berbunyi:
أَنَّهُرَأَىبِلَالاًيُؤَذِّنُفَجَعَلْتُأَتَتَبَّعُفَاهُهَهُنَاوَهَهُنَابِاْلأَذَانِ
“Sesungguhnya
Beliau melihat Bilal beradzan, lalu aku melihat mulutnya disana dan disini
mengucapkan adzan. [HR Al Bukhari].
Waktu menyerukan kalimat “ Hayya ‘alash-shalaah,” disunahkan
berpaling ke kanan, dan kita menyerukan kalimat ”Hayya ‘alal-falah, “
berpaling ke kiri.
4.
Meletakkan kedua jemari di telinga, sebagaimana
hadits Abu Juhaifah dengan lafadz:
“Aku melihat Bilal beradzan dan memutar mulutnya
ke sana dan ke sini serta kedua jarinya di telinganya.” [HR Ahmad dan At Tirmidzi, dan At- Tirmidzi mengatakan, bahwa hadits ini hasan
shahih. Syaikh Al Albani menshahihkannya di dalam Irwa’ Al Ghalil, no. 230,
hlm. 1/248].
Setelah menyampaikan hadits ini, Imam At Tirmidzi berkata: “Inilah yang
diamalkan para ulama. Mereka mensunnahkan seorang muadzin memasukkan kedua
jemarinya ke kedua telinganya dalam adzan. Dan sebagian ulama menyatakan juga,
di dalam iqamat memasukkan kedua jemarinya ke kedua telinganya. Demikian ini
pendapat Al ‘Auza’i”.
5. Mengeraskan
suara dalam adzan, berdasarkan sabda Rasulullah saw.
فَإِنَّهُلاَيَسْمَعُمَدَىصَوْتِالْمُؤَذِّنِجِنٌّوَلاَإِنْسٌوَلاَشَيْءٌإِلاَّشَهِدَلَهُيَوْمَالْقِيَامَةِ
“Tidaklah mendengar suara
muadzin bagi jin dan manusia serta (segala) sesuatu, kecuali memberikan
kesaksian untuknya pada hari Kiamat.”
(HR Al Bukhari).
6.
Ada dua orang mu’adzin dalam satu
masjid untuk adzan Shubuh. Yang seorang adzan sebelum fajar dan seorang lagi
sesudah fajar. Dalilnya ialah hadits al-Bukhari (592), dan Muslim (1092):
اِنَّ بِلاَلاً
يُؤَذِنُ بِلَيْلٍ، فَكُلُوا وَاشْرَبُواحَتَّى تَشْمَعُواَذَا نَبْنِ اُمِّ
مَكْتُوْمٍ
“Sesungguhnya
Bilal adzan pada suatu malam. Maka, makan dan minumlah sampai mendengar adzan
dari Abdulah bin Ummi Maktum.”
7.
Tarassul, yaitu pelan-pelan, dalam
arti membuat jarak antara satu kalimat adzan dengan kalimat berikutnya ketika
adzan. Hendaknya adzan dilakukan dengan pelan-pelan, yaitu dengan cara
diam sebentar setiap antara dua kalimat, dan dalam iqamah hendaknya dilakukan
dengan cepat, yaitu dengan menyatukan setiap dua kalimat. Rasulullah saw.
berkata kepada Bilal: “Apabila kamu adzan, maka pelan-pelanlah, dan apabila
kamu iqamah cepat-cepatlah.”
8.
Mu’adzin hendaklah orang yang
bersuara nyaring, agar dapat melunakkan hati pendengar dan membuatnya cenderung
memnuhi seruan tersebut. Karena, Nabi SAW bersabda kepada Abdullah bin Zaid RA
yang bermimpi mendengar adzan:
(فَقُمْ مَعَ بِلاَلٍ، فَالْقِ عَلَيْهِمَا رَاَيْتَ
فَلْيُؤَذِّنْ بِهِ، فَاِنَّهُ اَنْدَى صَوْتًا مِنْكَ (رواه ابوداود 499 وغيره
“Carilah Bilal
lalu sampaikan kepadanya mimpimu itu, biarlah dia yang mengumandangkannya.
Karena dia lebih nyaring suaranya daripada kamu.” (H.R. Abu Daud: 499, dan
lainnya).
9.
Bagi yang mendengar adzan
disunnatkan diam dan meniru ucapan mu’adzin. Dalilnya ialah sabda Nabi
SAW:
(اِذَاسَمِعتُمُ
النِّدَاءَ فَقُولُوْا مِثْلَ مَايَقُول الْمُؤَذِّنَ(رواه البخارى 586 ومسلم 383
“Apabila kamu
mendengar adzan, maka ucapkanlah seperti yang diucapkan mu’adzin.” (H.R.
al-Bukhari: 586, dan Muslim: 383).
Tetapi, ketika
mendengar hai’alatain, maka ucapkanlah:
لاَحَوْلَ
وَلاَ قُوَّةَ اِلاَّ بِاللهِ
“Tiada daya dan
tiada kekuatan melainkan dengan (pertolongan) Allah jua.” Adapun dalilnya ialah
hadits riwaya al-Bukhari (588), dan Muslim (385), sedang lafazh hadits ini
menurut Muslim:
10.
Disunnahkan untuk membaca do’a selesai
mengumandangkan adzan.
11. Membaca
doa diantara adzan dan iqamah. Sabda Rasulullah saw. “Dari Anas bin Malik.
Ia berkata, “Rasulullah telah berkata, ‘Doa (permintaan) diantara adzan dan
iqamah tidak ditolak.”(Riwayat Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmidzi).
12.
Disunahkan agar manusia tidak berdiri sebelum
muadzin selesai adzannya, melainkan mereka harus sabar sedikit hingga adzan
selesai atau mendekati selesai, karena bergerak ketika mendengarkan adzan
menyerupai setan.[4]
2.7 Keutamaan Adzan dan Iqomah
Keutamaan adzan dan iqomah diantaranya yaitu[5]
1.
Dilindungi dari godaan setan
“jika ada orang di salah satu desa, atau kampung namun
mereka tidak mengadakan sholat berjamaah maka setan berkuasa atas mereka. Oleh
karena itu, hendaklah kalian selalu berjamaah karena srigala itu memakan
kambing yang jauh”. (HR. Ahmad, Abu Daud, An-nasa’i, dan Al-Hakim)
Setan pergi ketika adzan dikumandangkan.
إِذَانُوْدِيَلِلصَّلاَةِأَدْبَرَالشَّيْطَانُوَلَهُضُرَاطٌ،حَتَّىلاَيَسْمَعَالتَّأْذِيْنَ،فَإِذَاقَضَىالنِّدَاءَأَقْبَلَحَتَّىإِذَاثَوَّبَبِالصَّلاَةِأَدْبَرَ…
”...Apabila diserukan adzan untuk shalat, syaitan
pergi berlalu dalam keadaan ia kentut hingga tidak mendengar adzan. Bila
muadzin selesai mengumandangkan adzan, ia datang hingga ketika diserukan iqamat
ia berlalu lagi…” (HR.
Al-Bukhari no. 608 dan Muslim no. 1267)
2.
Mendapat pahala yang besar.
Rasulullah saw bersabda “andaikata manusia tahu apa
yang terdapat pada adzan dan shaf pertama kemudian tidak ada jalan lagi untuk
mendapatkan kecuali memasang undian itu.” (HR. Bukhari)
3.
Para muadzin mempunyai leher yang panjang di hari kiamat yang menunjukkan akan
kemuliannya. Dari Muawiyah bahwa Rasulullah saw bersabda “para muadzin adalah
orang-orang yang paling panjang lehernya di hari kiamat.” (HR. Muslim, ahmad dari Barra bin Azzib)
4.
Setiap pilihan katanya memiliki hikmah dan mudah
diucapkan oleh setiap muslim.
5.
Diampuni dosa.
“Muadzin akan diampuni dosanya sepanjang suaranya,
ucapanya dibenarkan oleh pendengarnya, baik dari kalangan yang basah atau yang
kering dan ia akan mendapat pahala sebanyak orang yang ikut shalat bersamanya”
(HR. An-nasa’i, ahmad dan Ibnu Majah dari Muawiyah)
6.
Menyemarakkan syiar Islam.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adzan
menurut bahasa adalah pemberitahuan. Sedangkan menurut syara’ adzan
ucapan-ucapan khusus yang menjadi tanda masuknya waktu shalat fardhu, atau
pemberitahuan tentang masuknya waktu shalat fardhu dengan lafal-lafal tertentu.
Iqamah yaitu memberitahukan kepada jama’ah supaya siap berdiri untuk shalat.
3.2 Saran
Mata kuliah ini sangat penting bagi calon seorang guru, sehingga penulis
berharap agar dosen juga mengarahkan apabila dalam pemaparan isi dan lainnya
kami melakukan kesalahan. Saran penulis terhadap pembaca yaitu pembeca
hendaknya memahami isi makalah ini karena materi yang ada di dalamnya dapat
digunakan sebagai bahan ajar ketika mengajar di SD/MI.
DAFTAR PUSTAKA
Rifa’I, Moh.
2013. Tuntunan Shalat lengkap, Semarang: PT. Karya Toha Putra.
Rasjid,
Sulaiman. 1994. Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Al
zuhaily,Wahbah. 2004. Fikih Shalat Kajian Berbagai Mazhab, Bandung: CV.
Pustaka Media Utama.
[1]
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994, hlm.
55
[2]
Moh. Rifa’I, Tuntunan Shalat lengkap, Semarang: PT. Karya Toha Putra,
cet. 2013, hlm. 28
[3]
Ibid, hlm 30
[4] Wahbah al zuhaily, Fikih Shalat Kajian Berbagai
Mazhab, Bandung: CV. Pustaka Media Utama, 2004, hlm. 62
[5]
Hidayat Nur Wahid, Panduan Pintar Sholat, Jakarta : Qultum Media, 2008,
hlm. 84
Fiqih Semester 2/2016