MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
“Proses Lahirnya BPUPKI, PPKI dan Pancasila”
Pembimbing :
Suhendri, S. H.
XII IPA 1
Disusun oleh :
Dika Ayu Rahmawati
LEMBAGA PENDIDIKAN MA’ARIF NU
SMA WACHID HASJIM MADURAN
Sekolah Standar Nasional (SSN)
STATUS TERAKDISI A
NSS 302050726017 NDS : 3005250502 NPSN : 20506320
Alamat : Jl Raya 32 Parengan Maduran Lamongan 62261
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan segala rahmat, taufiq, serta hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah proses lahirnya BPUPKI, PPKI dan Pancasila dengan baik.
Didalam makalah ini kami selaku penyusun hanya sebatas ilmu yang bisa kami sajikan dengan topik “BPUPKI-PPKI dan Pancasila”. Dimana didalam topik tersebut ada beberapa hal yang bisa kita pelajari khususnya Sejarah bangsa ini menjelang masa-masa kemerdekaan.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini di masa yang akan datang.
Ucapan terimakasih saya sampaikan kepada bpk. Suhendri, S.H. selaku guru Pkn, dan teman-teman yang turut membantu menyelesaikan makalah ini.
Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa meridhoi segala usaha saya.Amin. Semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua terutama bagi pembaca, Terima kasih.
DAFTAR ISI
Halaman judul..................................................................................... 1
Kata pengantar.................................................................................... 2
Daftar isi.............................................................................................. 3
BPUPKI............................................................................................... 4
PPKI.................................................................................................... 9
Pancasila.............................................................................................. 11
Penutup............................................................................................... 12
Kesimpulan.......................................................................................... 12
BPUPKI
(Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia)
Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia Dokuritsu Junbi Chōsakai) adalah sebuah badan yang dibentuk oleh pemerintah pendudukan balatentara Jepang pada tanggal 29 April 1945 bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Hirohito. Badan ini dibentuk sebagai upaya mendapatkan dukungan dari bangsa Indonesia dengan menjanjikan bahwa Jepang akan membantu proses kemerdekaan Indonesia. BPUPKI beranggotakan 67 orang yang diketuai oleh Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat dengan wakil ketua Ichibangase Yosio (orang Jepang) dan Raden Pandji Soeroso.
Di luar anggota BPUPKI, dibentuk sebuah Badan Tata Usaha (semacam sekretariat) yang beranggotakan 60 orang. Badan Tata Usaha ini dipimpin oleh Raden Pandji Soeroso dengan wakil Mr. Abdoel Gafar Pringgodigdo dan Masuda Toyohiko (orang Jepang). Tugas dari BPUPKI sendiri adalah mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan aspek-aspek poplitik, ekonomi, tata pemerintahan, dan hal-hal yang diperlukan dalam usaha pembentukan negara Indonesia merdeka.
Pada tanggal 7 Agustus 1945, Jepang membubarkan BPUPKI dan kemudian membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu Junbi Inkai, dengan anggota berjumlah 21 orang, sebagai upaya untuk mencerminkan perwakilan dari berbagai etnis di wilayah Hindia-Belanda[1], terdiri dari: 12 orang asal Jawa, 3 orang asal Sumatera, 2 orang asal Sulawesi, 1 orang asal Kalimantan, 1 orang asal Sunda Kecil (Nusa Tenggara), 1 orang asal Maluku, 1 orang asal etnis Tionghoa.
1. Awal persiapan kemerdekaan oleh BPUPKI
Kekalahan Jepang dalam perang Pasifik semakin jelas, Perdana Menteri Jepang, Jenderal Kuniaki Koiso, pada tanggal 7 September 1944 mengumumkan bahwa Indonesia akan dimerdekakan kelak, sesudah tercapai kemenangan akhir dalam perang Asia Timur Raya. Dengan cara itu, Jepang berharap tentara Sekutu akan disambut oleh rakyat Indonesia sebagai penyerbu negara mereka, sehingga pada tanggal 1 Maret 1945 pimpinan pemerintah pendudukan militer Jepang di Jawa, Jenderal Kumakichi Harada, mengumumkan dibentuknya suatu badan khusus yang bertugas menyelididki usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, yang dinamakan "Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia" (BPUPKI) atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu Junbi Cosakai. Pembentukan BPUPKI juga untuk menyelidiki, mempelajari dan memepersiapakan hal-hal penting lainnya yang terkait dengan masalah tata pemerintahan guna mendirikan suatu negara Indonesia merdeka.
BPUPKI resmi dibentuk pada tanggal 29 April 1945, bertepatan dengan ulang tahun kaisar Jepang, Kaisar Hirohito. Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat, dari golongan nasionalis tua, ditunjuk menjadi ketua BPUPKI dengan didampingi oleh dua orang ketua muda (wakil ketua), yaitu Raden Pandji Soeroso dan Ichibangase Yosio (orang Jepang). Selain menjadi ketua muda, Raden Pandji Soeroso juga diangkat sebagai kepala kantor tata usaha BPUPKI (semacam sekretariat) dibantu Masuda Toyohiko dan Mr. Abdoel Gafar Pringgodigdo. BPUPKI sendiri beranggotakan 67 orang, yang terdiri dari: 60 orang anggota aktif adalah tokoh utama pergerakan nasional Indonesia dari semua daerah dan aliran, serta 7 orang anggota istimewa adalah perwakilan pemerintah pendudukan militer Jepang, tetapi wakil dari bangsa Jepang ini tidak mempunyai hak suara (keanggotaan mereka adalah pasif, yang artinya mereka hanya hadir dalam sidang BPUPKI sebagai pengamat saja).
Selama BPUPKI berdiri, telah diadakan dua kali masa persidangan resmi BPUPKI, dan juga adanya pertemuan-pertemuan yang tak resmi oleh panitia kecil di bawah BPUPKI, yaitu adalah sebagai berikut :
a. Sidang resmi pertama
Persidangan resmi BPUPKI yang pertama pada tanggal 29 Mei-1 Juni 1945. Pada tanggal 28 Mei 1945, diadakan upacara pelantikan dan sekaligus seremonial pembukaan masa persidangan BPUPKI yang pertama di gedung "Chuo Sangi In", yang pada zaman kolonial Belanda gedung tersebut merupakan gedung Volksraad (dari bahasa Belanda, semacam lembaga "Dewan Perwakilan Rakyat Hindia-Belanda" di masa penjajahan Belanda), dan kini gedung itu dikenal dengan sebutan Gedung Pancasila, yang berlokasi di Jalan Pejambon 6 – Jakarta. Namun masa persidangan resminya sendiri (masa persidangan BPUPKI yang pertama) diadakan selama empat hari dan baru dimulai pada keesokan harinya, yakni pada tanggal 29 Mei 1945, dan berlangsung sampai dengan tanggal 1 Juni 1945, dengan tujuan untuk membahas bentuk negara Indonesia, filsafat negara "Indonesia Merdeka" serta merumuskan dasar negara Indonesia.
Upacara pelantikan dan seremonial pembukaan masa persidangan BPUPKI yang pertama ini dihadiri oleh seluruh anggota BPUPKI dan juga dua orang pembesar militer jepang, yaitu: Panglima Tentara Wilayah ke-7, Jenderal Izagaki, yang menguasai Jawa serta Panglima Tentara Wilayah ke-16, Jenderal Yuichiro Nagano. Namun untuk selanjutnya pada masa persidangan resminya itu sendiri, yang berlangsung selama empat hari, hanya dihadiri oleh seluruh anggota BPUPKI.
Sebelumnya agenda sidang diawali dengan membahas pandangan mengenai bentuk negara Indonesia, yakni disepakati berbentuk "Negara Kesatuan Republik Indonesia" ("NKRI"), kemudian agenda sidang dilanjutkan dengan merumuskan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk hal ini, BPUPKI harus merumuskan dasar negara Republik Indonesia terlebih dahulu yang akan menjiwai isi dari Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia itu sendiri, sebab Undang-Undang Dasar adalah merupakan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Guna mendapatkan rumusan dasar negara Republik Indonesia yang benar-benar tepat, maka agenda acara dalam masa persidangan BPUPKI yang pertama ini adalah mendengarkan pidato dari tiga orang tokoh utama pergerakan nasional Indonesia, yang mengajukan pendapatnya tentang dasar negara Republik Indonesia itu adalah sebagai berikut :
1) Sidang tanggal 29 Mei 1945, Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H. berpidato mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima asas dasar negara Republik Indonesia, yaitu: “1. Peri Kebangsaan; 2. Peri Kemanusiaan; 3. Peri Ketuhanan; 4. Peri Kerakyatan; dan 5. Kesejahteraan Rakyat”.
2) Sidang tanggal 31 Mei 1945, Prof. Mr. Dr. Soepomo berpidato mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima prinsip dasar negara Republik Indonesia, yang beliau namakan "Dasar Negara Indonesia Merdeka", yaitu: “1. Persatuan; 2. Kekeluargaan; 3. Mufakat dan Demokrasi; 4. Musyawarah; dan 5. Keadilan Sosial”.
3) Sidang tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno berpidato mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia, yang beliau namakan "Pancasila", yaitu: “1. Kebangsaan Indonesia; 2. Internasionalisme dan Peri Kemanusiaan; 3. Mufakat atau Demokrasi; 4. Kesejahteraan Sosial; dan 5. Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Gagasan mengenai rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia yang dikemukakan oleh Ir. Soekarno tersebut kemudian dikenal dengan istilah "Pancasila", masih menurut beliau bilamana diperlukan gagasan mengenai rumusan Pancasila ini dapat diperas menjadi "Trisila" (Tiga Sila), yaitu: “1. Sosionasionalisme; 2. Sosiodemokrasi; dan 3. Ketuhanan Yang Berkebudayaan”. Bahkan masih menurut Ir. Soekarno lagi, Trisila tersebut bila hendak diperas kembali dinamakannya sebagai "Ekasila" (Satu Sila), yaitu merupakan sila: “Gotong-Royong”, ini adalah merupakan upaya dari Bung Karno dalam menjelaskan bahwa konsep gagasan mengenai rumusan dasar negara Republik Indonesia yang dibawakannya tersebut adalah berada dalam kerangka "satu-kesatuan", yang tak terpisahkan satu dengan lainnya. Masa persidangan BPUPKI yang pertama ini dikenang dengan sebutan detik-detik lahirnya Pancasila dan tanggal 1 Juni ditetapkan dan diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.
Pidato dari Ir. Soekarno ini sekaligus mengakhiri masa persidangan BPUPKI yang pertama, setelah itu BPUPKI mengalami masa reses persidangan (periode jeda atau istirahat) selama satu bulan lebih. Sebelum dimulainya masa reses persidangan, dibentuklah suatu panitia kecil yang beranggotakan 9 orang, yang dinamakan "Panitia Sembilan" dengan diketuai oleh Ir. Soekarno, yang bertugas untuk mengolah usul dari konsep para anggota BPUPKI mengenai dasar negara Republik Indonesia.
b. Masa antara sidang resmi pertama dan sidang resmi kedua
Sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama, masih belum ditemukan titik temu kesepakatan dalam perumusan dasar negara Republik Indonesia yang benar-benar tepat, sehingga dibentuklah "Panitia Sembilan" tersebut di atas guna menggodok berbagai masukan dari konsep-konsep sebelumnya yang telah dikemukakan oleh para anggota BPUPKI itu. Adapun susunan keanggotaan dari "Panitia Sembilan" ini adalah sebagai berikut :
Sesudah melakukan perundingan yang cukup sulit antara 4 orang dari kaum kebangsaan (pihak "Nasionalis") dan 4 orang dari kaum keagamaan (pihak "Islam"), maka pada tanggal 22 Juni 1945 "Panitia Sembilan" kembali bertemu dan menghasilkan rumusan dasar negara Republik Indonesia yang kemudian dikenal sebagai "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter", yang pada waktu itu disebut-sebut juga sebagai sebuah "Gentlement Agreement". Setelah itu sebagai ketua "Panitia Sembilan", Ir. Soekarno melaporkan hasil kerja panitia kecil yang dipimpinnya kepada anggota BPUPKI berupa dokumen rancangan asas dan tujuan "Indonesia Merdeka" yang disebut dengan "Piagam Jakarta" itu. Menurut dokumen tersebut, dasar negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut :
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan,
Rancangan itu diterima untuk selanjutnya dimatangkan dalam masa persidangan BPUPKI yang kedua, yang diselenggarakan mulai tanggal 10 Juli 1945. Di antara dua masa persidangan resmi BPUPKI itu, berlangsung pula persidangan tak resmi yang dihadiri 38 orang anggota BPUPKI. Persidangan tak resmi ini dipimpin sendiri oleh Bung Karno yang membahas mengenai rancangan "Pembukaan (bahasa Belanda: "Preambule") Undang-Undang Dasar 1945", yang kemudian dilanjutkan pembahasannya pada masa persidangan BPUPKI yang kedua (10 Juli-17 Juli 1945).
c. Sidang resmi kedua
Persidangan resmi BPUPKI yang kedua pada tanggal 10 Juli-14 Juli 1945 Masa persidangan BPUPKI yang kedua berlangsung sejak tanggal 10 Juli 1945 hingga tanggal 14 Juli 1945. Agenda sidang BPUPKI kali ini membahas tentang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kewarganegaraan Indonesia, rancangan Undang-Undang Dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, serta pendidikan dan pengajaran. Pada persidangan BPUPKI yang kedua ini, anggota BPUPKI dibagi-bagi dalam panitia-panitia kecil. Panitia-panitia kecil yang terbentuk itu antara lain adalah: Panitia Perancang Undang-Undang Dasar (diketuai oleh Ir. Soekarno), Panitia Pembelaan Tanah Air (diketuai oleh Raden Abikusno Tjokrosoejoso), dan Panitia Ekonomi dan Keuangan (diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta).
Pada tanggal 11 Juli 1945, sidang panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang diketuai oleh Ir. Soekarno, membahas pembentukan lagi panitia kecil di bawahnya, yang tugasnya adalah khusus merancang isi dari Undang-Undang Dasar, yang beranggotakan 7 orang yaitu sebagai berikut :
Pada tanggal 13 Juli 1945, sidang panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang diketuai oleh Ir. Soekarno, membahas hasil kerja panitia kecil di bawahnya, yang tugasnya adalah khusus merancang isi dari Undang-Undang Dasar, yang beranggotakan 7 orang tersebut.
Pada tanggal 14 Juli 1945, sidang pleno BPUPKI menerima laporan panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang dibacakan oleh ketua panitianya sendiri, Ir. Soekarno. Dalam laporan tersebut membahas mengenai rancangan Undang-Undang Dasar yang di dalamnya tercantum tiga masalah pokok yaitu :
3. Batang tubuh Undang-Undang Dasar yang kemudian dinamakan sebagai "Undang-Undang Dasar 1945", yang isinya meliputi :
· Wilayah negara Indonesia adalah sama dengan bekas wilayah Hindia-Belanda dahulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara (sekarang adalah wilayah Sabah dan wilayah Serawak di negara Malaysia, serta wilayah negara Brunei Darussalam), Papua, Timor-Portugis (sekarang adalah wilayah negara Timor Leste), dan pulau-pulau di sekitarnya,
Konsep proklamasi kemerdekaan negara Indonesia baru rencananya akan disusun dengan mengambil tiga alenia pertama "Piagam Jakarta", sedangkan konsep Undang-Undang Dasar hampir seluruhnya diambil dari alinea keempat "Piagam Jakarta". Sementara itu, perdebatan terus berlanjut di antara peserta sidang BPUPKI mengenai penerapan aturan Islam, Syariat Islam, dalam negara Indonesia baru. "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter" pada akhirnya disetujui dengan urutan dan redaksional yang sedikit berbeda.
PPKI
(Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia)
Pada tanggal 7 Agustus 1945, BPUPKI dibubarkan karena dianggap telah dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik, yaitu menyusun rancangan Undang-Undang Dasar bagi negara Indonesia Merdeka, dan digantikan dengan dibentuknya "Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia" ("PPKI") atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu Junbi Inkai dengan Ir. Soekarno sebagai ketuanya.
Tugas "PPKI" ini yang pertama adalah meresmikan pembukaan (bahasa Belanda: preambule) serta batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945. Tugasnya yang kedua adalah melanjutkan hasil kerja BPUPKI, mempersiapkan pemindahan kekuasaan dari pihak pemerintah pendudukan militer Jepang kepada bangsa Indonesia, dan mempersiapkan segala sesuatu yang menyangkut masalah ketatanegaraan bagi negara Indonesia baru.
Anggota "PPKI" sendiri terdiri dari 21 orang tokoh utama pergerakan nasional Indonesia, sebagai upaya untuk mencerminkan perwakilan dari berbagai etnis di wilayah Hindia-Belanda, terdiri dari: 12 orang asal Jawa, 3 orang asal Sumatera, 2 orang asal Sulawesi, 1 orang asal Kalimantan, 1 orang asal Sunda Kecil (Nusa Tenggara), 1 orang asal Maluku, 1 orang asal etnis Tionghoa. "PPKI" ini diketuai oleh Ir. Soekarno, dan sebagai wakilnya adalah Drs. Mohammad Hatta, sedangkan sebagai penasihatnya ditunjuk Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo. Kemudian, anggota "PPKI" ditambah lagi sebanyak enam orang, yaitu: Wiranatakoesoema, Ki Hadjar Dewantara, Mr. Kasman Singodimedjo, Mohamad Ibnu Sayuti Melik, Iwa Koesoemasoemantri, dan Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo.
Secara simbolik "PPKI" dilantik oleh Jendral Terauchi, pada tanggal 9 Agustus 1945, dengan mendatangkan Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta dan Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat ke "Kota Ho Chi Minh" atau dalam bahasa Vietnam: Thành phố Hồ Chí Minh (dahulu bernama: Saigon), adalah kota terbesar di negara Vietnam dan terletak dekat delta Sungai Mekong.
Pada saat PPKI terbentuk, keinginan rakyat Indonesia untuk merdeka semakin memuncak. Memuncaknya keinginan itu terbukti dengan adanya tekad yang bulat dari semua golongan untuk segera memproklamasikan kemerdekaan negara Indonesia. Golongan muda kala itu menghendaki agar kemerdekaan diproklamasikan tanpa kerjasama dengan pihak pemerintah pendudukan militer Jepang sama sekali, termasuk proklamasi kemerdekaan dalam sidang "PPKI". Pada saat itu ada anggapan dari golongan muda bahwa "PPKI" ini adalah hanya merupakan sebuah badan bentukan pihak pemerintah pendudukan militer Jepang. Di lain pihak "PPKI" adalah sebuah badan yang ada waktu itu guna mempersiapkan hal-hal yang perlu bagi terbentuknya suatu negara Indonesia baru.
Tetapi cepat atau lambatnya kemerdekaan Indonesia bisa diberikan oleh pemerintah pendudukan militer Jepang adalah tergantung kepada sejauh mana semua hasil kerja dari PPKI. Jendral Terauchi kemudian akhirnya menyampaikan keputusan pemerintah pendudukan militer Jepang bahwa kemerdekaan Indonesia akan diberikan pada tanggal 24 Agustus 1945. Seluruh persiapan pelaksanaan kemerdekaan Indonesia diserahkan sepenuhnya kepada PPKI. Dalam suasana mendapat tekanan atau beban berat seperti demikian itulah PPKI harus bekerja keras guna meyakinkan dan mewujud-nyatakan keinginan atau cita-cita luhur seluruh rakyat Indonesia, yang sangat haus dan rindu akan sebuah kehidupan kebangsaan yang bebas, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Sementara itu dalam sidang PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, dalam hitungan kurang dari 15 menit telah terjadi kesepakatan dan kompromi atas lobi-lobi politik dari pihak kaum keagamaan yang beragama non-Muslim serta pihak kaum keagamaan yang menganut ajaran kebatinan, yang kemudian diikuti oleh pihak kaum kebangsaan (pihak "Nasionalis") guna melunakkan hati pihak tokoh-tokoh kaum keagamaan yang beragama Islam guna dihapuskannya "tujuh kata" dalam "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter".
Setelah itu Drs. Mohammad Hatta masuk ke dalam ruang sidang "PPKI" dan membacakan empat perubahan dari hasil kesepakatan dan kompromi atas lobi-lobi politik tersebut. Hasil perubahan yang kemudian disepakati sebagai "pembukaan (bahasa Belanda: "preambule") dan batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945", yang saat ini biasa disebut dengan hanya UUD '45 adalah :
· Pertama, kata “Mukaddimah” yang berasal dari bahasa Arab, muqaddimah, diganti dengan kata “Pembukaan”.
· Kedua, anak kalimat "Piagam Jakarta" yang menjadi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, diganti dengan, “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.
· Ketiga, kalimat yang menyebutkan “Presiden ialah orang Indonesia asli dan beragama Islam”, seperti tertulis dalam pasal 6 ayat 1, diganti dengan mencoret kata-kata “dan beragama Islam”.
· Keempat, terkait perubahan poin Kedua, maka pasal 29 ayat 1 dari yang semula berbunyi: “Negara berdasarkan atas Ketuhananan, dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti menjadi berbunyi: “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.
PPKI sangat berperan dalam penataan awal negara Indonesia baru. Walaupun kelompok muda kala itu hanya menganggap "PPKI" sebagai sebuah lembaga buatan pihak pemerintah pendudukan militer Jepang, namun terlepas dari anggapan tersebut, peran serta jasa badan ini sama sekali tak boleh kita remehkan dan abaikan, apalagi kita lupakan. Anggota "PPKI" telah menjalankan tugas yang diembankan kepada mereka dengan sebaik-baiknya, hingga pada akhirnya "PPKI" dapat meletakkan dasar-dasar ketatanegaraan yang kuat bagi negara Indonesia yang saat itu baru saja berdiri.
Pancasila
Dari perdebatan atau perbedaan perndapat terkait pembahasan dasar Negara sebagaimana di atas, pada hari keempat sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, presiden pertama Indonesia (Soekarno) menyampaikan pidato yang kemudian dikenal dengan judul “Lahirnya Pancasila” yang dalam pada itu Soekarno-lah yang dikatakan sebagai orang yang paling eksplisit merumuskan definisi ideologi dasar Negara. Pidato Soekarno berhasil mengakhiri perdebatan dalam pembahasan awal dan pidatonya sendiri mengkompromikan Pancasila yang terdiri dari 5 asa: (1) Nasionalisme Indonesia; (2) Internasionalisme atau Perikemanusiaan; (3) Mufakat atau Demokrasi; (4) Keadilan Sosial; (5) Ketuhanan.
Setelah penyampaian pidato Soekarno yang disambut dengan tepuk tangan meriah hadirin, para pemimpin Islam ternyata tetap bertahan pada tuntutan bahwa Islam harus menjadi dasar Negara. Untuk menyelesaikannya dibentuklah sebuah panitia yang terdiri atas 9 orang (Ir. Sokarno-ketua, Drs. Moh. Hatta-wakil ketua, Mr. Achmad Soebardjo-anggota, Mr. Muhammad Yamin-anggota, KH. Wachid Hasyim-anggota, Abdul Kahar Muzakir-anggota, Abikoesno Tjokrosoejoso-anggota, H. Agus Salim-anggota, dan Mr. A.A. Maramis-anggota) untuk menyusun pembukaan bagi Undang-Undang Dasar yang akan dibuat. Panitia tersebut menyusun rancangan pembukaan yang kemudian dikenal dengan sebutan Piagam Jakarta.
Pada proses penyelesaiannya, Ketuhanan dijadikan yang pertama (sila 1), menggantikan tempat Nasionalisme, dan diberi tambahan “dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. (Yamin:153-154). Kemudian, melalui kerjasama dengan beberapa pemimpin Islam yang diajak berunding, panitia mengubah sila 1 yang awalnya “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Setelah itu, pancasila menjadi sebuah ideologi dan dasar Negara bangsa Indonesia dengan asumsi (anggapan) dan interpretasi (penafsiran) bahwa bangsa Indonesia terdiri dari bermacam suku, agama, ras, dan golongan. Dari sini perlu diingat bahwa, Indonesia bukan Islam atau Jawa, Indonesia adalah nafas keragaman budaya dan aliran darah yang mempunyai perjalanan yang sama.
PENUTUP
Kesimpulan
Tanggal 17 agustus 1945 Indonesia memperoleh kemerdekaan, namun kemerdekaan itu tidak diperoleh dengan mudah atau pun kemerdekaan itu pemberian bangsa lain. Semua itu ditempuh dengan perjuangan yang sangat panjang dan melelah. Tidak sedikit jiwa yang berjatuh bermandikan darah dan keringat, istri yang menjadi janda ditinggal kepala rumah tangga yang berselimutkan baju berbau darah dan anak-anak yang menjadi yatim kerena tubuh sang ayah dipenuhi peluru-peluru penjajah. Kemerdekaan di negeri ini tidak instan, tapi melalui tahap demi tahap. Tidak lelahnya para pejuang kita bertempur, baik melalui peperangan maupun diplomatik
BPUPKI adalah salah satu pintu pembuka dari beberapa pintu pembuka jalan harus dilewati para pejuang kita untuk memperoleh kemerdekaan. Walaupun BPUPKI ada ikut campur Jepang, namun semua keputusan murni dari pejuang kita semata dengan tujuan yang satu yaitu kemerdekaan Indonesia. BPUPKI suatu sejarah yang perlu di tulis dengan tinta emas dalam sejarah negeri ini.
PPKI juga tidak kalah pentingnya, badan inilah yang menyusun UUD 1945 dan batang UUD 1945 yang menjadi landasan hukum di negeri ini. PPKI adalah suatu penyempurna Kemerdekaan Indonesia kerena saat bangsa ini menyatakan merdeka, namun belum mempunyai dasar-dasar yang pasti. PPKI menyempurnakan hasil keputusan BPUPKI. Maka dari itulah, BPUPKI selalu dibarengkan dengan PPKI.
Untuk kita generasi penerus, wajib bagi kita mengetahui sejarah kemerdekaan di negeri ini. Agar kita bisa menghormati para pejuang, kerena merekalah kita dapat menghirup udara kemerdekaan. Perjuangan mereka kita teruskan dengan mengisi kemerdekaan ini dengan hal-hal yang positif.
izin copy min buat tugas hehe
ReplyDeletesilahkan :)
ReplyDeleteIjin copas ya :)
ReplyDeletesilahkan, semoga bermanfaat :)
Deleteijin copas min,,
ReplyDeleteKokgak bisa di copy yah
ReplyDeletekirim emailnya kak
DeleteIzin mau saya copy boleh ya??🙂
ReplyDeleteMinta no WA nya dong kak
ReplyDeletemaaf kenapa tidak bisa di copy ya pak
ReplyDelete